1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Ikatan Apoteker Indonesia Banyuwangi gelar seminar pelayanan farmasi

Pembahasan materi seminar mengenai sosialisasi Permenkes RI Nomor 31 Tahun 2016 tentang registrasi, izin praktik dan izin kerja tenaga farmasi.

seminar pelayanan kefarmasian. ©2016 Merdeka.com Reporter : Suci Rachmaningtyas | Senin, 31 Oktober 2016 09:58

Merdeka.com, Banyuwangi - Maraknya peredaran obat dan vaksin palsu di beberapa daerah di Indonesia, membuat sejumlah instansi dan organisasi farmasi saling sinergi dalam penguatan kelembagaan dan regulasi. Hal tersebut menjadi landasan bagi Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) cabang Banyuwangi untuk menggelar seminar dengan tema Stop Penyalahgunaan Obat dengan Apoteker Standby di Pelayanan Kefarmasian, Minggu (30/10).

"Kita sebagai apoteker menjadi salah satu penjamin mutu layanan kefarmasian. Bahwa kita harus mengawasi standar yang keluar dari layanan kefarmasian baik rumah sakit atau puskesmas, sudah bermutu sesuai dengan persyaratan dari pemerintah. Apoteker harus standby di apoteker masing-masing. Dengan acara ini kita mengingatkan kembali bahwa perlunya kita standby itu apa sih," ujar Ketua Panitia seminar, Anang Teguh kepada Merdeka Banyuwangi.

Seminar yang digelar di Aula Rumah Sakit Al-Huda, Gambiran, Banyuwangi tersebut diantaranya membahas peran strategis apoteker dalam pengawasan distribusi obat. Materi tersebut disampaikan oleh Kepala Balai Besar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Jawa Timur, I Gusti Ngurah Bagus Kusuma Dewa.

"Kalau dari sisi pengawasan BPOM, tentu BPOM mengawasi dari hulu ke hilir produk yang menjadi tupoksi. Namun bicara mengenai pengawasan kita kan nggak mungkin produknya secara parsial. Juga harus melihat sarana. Baik produksi, distribusi maupun pelayanan. Kami ingin mendapatkan masukan untuk penguatan tadi. Termasuk yang kita harapkan dari asosisai profesi yang menjadi ujung tombak pengawasan. Kalau kita berbicara profesi, itu tidak lepas dari pelaku usahanya sendiri," ujar pria yang akrab disapa Bagus.

Dalam pemaparannya, Bagus menjelaskan mengenai Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM) yang tak hanya bertumpu pada pemerintah saja. Namun sekaligus dibutuhkan peran aktif dari para pelaku usaha dan masyarakat.

Selain itu, materi seminar dilanjutkan dengan pembahasan mengenai sosialisasi Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 31 Tahun 2016 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Dalam Permenkes tersebut menyebutkan bahwa apoteker dapat melakukan praktek dengan memiliki tiga Surat Ijin Praktek Apoteker (SIPA). Peraturan sebelumnya yakni setiap apoteker hanya memiliki satu Surat Ijin Apotik (SIA) dengan satu SIPA.

"Karena selama ini teman-teman yang sudah pegang apotek di luar itu nggak mau ditempatkan di puskesmas oleh dinas kesehatan. Karena harus ngurus SIPA lagi kan kalau di puskesmas. Karena nggak boleh selama ini memiliki lebih dari satu SIPA. Begitu diperkenankan maksimal tiga SIPA, mereka sekaligus bisa mengabdi di puskesmas, kan tidak 24 jam. Sisanya bisa digunakan di SIPA (tempat) yang lain," kata Ketua IAI Jatim, Abdul Rahem.

Hal ini disambut baik oleh para apoteker di Banyuwangi. Menurut Ketua PC IAI Banyuwangi, Titi Wahyu Andayani mengatakan jika Banyuwangi masih membutuhkan tenaga apoteker sebagai salah satu penjamin mutu layanan kefarmasian yang profesional di Bumi Blambangan.

(FF/SR)
  1. Info Banyuwangi
  2. Layanan Kesehatan
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA