"Berarti supply dan demand di masyarakat terjaga," kata Anas.
Merdeka.com, Banyuwangi - Inflasi di Kabupaten Banyuwangi pada November 2016 lalu tercatat sebagai yang terendah di Jawa Timur. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi Banyuwangi pada bulan tersebut sebesar 0,25 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Cabang Banyuwangi Muhammad Amin, menjelaskan inflasi Banyuwangi rendah ini menunjukkan jika daya beli masyarakat Banyuwangi terjaga. Artinya kenaikan harga yang terjadi pada beberapa komoditas tidak terlalu signifikan sehingga masyarakat bisa menjangkaunya.
"Inflasi rendah ini juga menunjukkan manajemen pasokan barang kebutuhan bisa mencukupi permintaan masyarakat," ujar Amin.
Amin memaparkan, inflasi yang terjadi di Banyuwangi lebih rendah dari rata-rata inflasi di Jawa Timur yang mencapai 0,33 persen dan inflasi nasional sebesar 0,47 persen pada bulan sama.
"Di Jatim, inflasi tertinggi terjadi di Sumenep dan Kediri sebesar 0,53 persen. Disusul Kota Madiun 0,51 persen, Probolinggo 0,47 persen, Malang 0,45 persen, Jember 0,31 persen, Surabaya 0,26 persen. Banyuwangi terendah sebesar 0,25 persen," ujar Amin.
Amin melanjutkan, beberapa kelompok pengeluaran yang memengaruhi inflasi pada November adalah kelompok bahan makanan, makanan jadi, minuman, kesehatan, pendidikan, rekreasi dan olah raga. Selain itu, sektor transportasi, komunikasi dan jasa keuangan.
Data BPS menyebutkan, laju inflasi tahun kalender (Januari sampai November 2016) Banyuwangi juga masih rendah, yakni sebesar 1,44 persen sedangkan Jawa Timur sebesar 2,16 persen dan nasional sebesar 2,59 persen. Adapun laju inflasi tahunan (November 2015 - November 2016) sebesar 2,25 persen, lebih rendah dari Jawa Timur sebesar 3,02 persen dan nasional sebesar 3,58 persen.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menanggapi positif angka inflasi tersebut. "Inflasi ini mencerminkan manajemen penawaran dan permintaan barang di daerah. Berarti supply dan demand di masyarakat terjaga. Tidak ada lonjakan berarti," kata Anas.
Selama ini, sejumlah upaya telah dilakukan untuk pengendalian inflasi di kabupaten ujung timur Pulau Jawa. Mulai dari operasi pasar murah, kerja sama dengan Bulog menjaga stok pangan, kampanye vertikultur di kalangan rumah tangga, pengembangan sektor pertanian untuk terus menjaga pasokan dan gerakan 10.000 kolam ikan.
"Beberapa Badan Usaha Milik Desa juga telah menjalin kerja sama dengan Perum Bulog, sehingga bisa menjaga permintaan dan penawaran hingga ke level desa. Selain tentu kerja sama itu bermanfaat dalam hal transaksi hasil pertanian," ujar Anas.
Anas menambahkan, contoh lain untuk menjaga pasokan komoditas adalah pengembangan penanaman cabai di musim kemarau. Ketersediaan cabai di musim penghujan pun dapat terpenuhi serta mampu menekan gejolak harga dan inflasi akibat tidak seimbangnya antara kebutuhan dan pasokan cabai.
"Selama ini kan kendala utama pada penanaman cabai di musim kemarau adalah penyediaan air bagi pertumbuhan tanaman. Pemerintah daerah dan para petani pun bersinergi untuk penyediaan fasilitasi irigasi hemat air. Dampak dari program tersebut pun mulai terasa. Saat di daerah lain masa menanam cabai dimulai pada musim penghujan, di Banyuwangi justru saat itu sudah menuai panen," kata Anas.