"Yang paling banyak warna itu, jenis semi tulis. Itu ada 7 sampai 9 warna. Kalau yang jenis tulis sampai setengah bulan," ujar Susi.
Merdeka.com, Banyuwangi - Banyuwangi punya rumah produksi batik Gondho Arum. Di sana, pemilik rumah produksi berani membuat modifikasi motif dan bentuk motif baru, tanpa menghilangkan ciri khas batik Banyuwangi.
Rumah produksi dengan tagline: Batik Gandrung Khas Banyuwangi ini selain berani membuat motif baru, juga memiliki ciri khas karakter pewarnaan yang kuat.
Susiyati (48), pemilik rumah produksi Gondho Arum menjelaskan. Dari puluhan motif batik yang dibuat, dia berani memadukan tujuh sampai sembilan warna dalam satu motif kain batik. Semakin banyak layer warna dibuat, maka proses produksinya akan memakan waktu lebih lama.
"Yang paling banyak warna itu, jenis semi tulis. Itu ada 7 sampai 9 warna. Kalau yang jenis tulis sampai setengah bulan, kalau sembilan warna. Kalau yang colet (cetak) seminggu jadi," ujar Susi kepada Merdeka Banyuwangi, Jumat (30/9).
Saat ditemui di kediamannya, Desa Pakistaji, Kecamatan Kabat, Banyuwangi, bagian depan rumahnya di desain menjadi semacam butik untuk menjual produksi batiknya.
Saat pertama masuk, ada beragam model kain batik yang ditata berjajar dengan rak-rak kayu. Mulai jenis batik cap, semi tulis dan tulis (canting).
Soal pewarnaan, Susi menjelaskan, di rumah produksi Gondho Arum ada yang menggunakan pewarna alam dan sintetis.
Proses produksi batik dengan pewarna alam, membutuhkan waktu lama. Terutama proses membuat pewarna alam dari daun dan pepohonan, sampai produksi. Hal ini membuat batik dengan pewarna alam, mencapai harga paling tinggi.
"Harganya stam (cap) antara Rp 75 sampai Rp 100. Kalau yang semi tulis Rp 100 ke atas. Kalau yang tulis Rp 450, ada lima ratus, enam ratus. Kalau pewarna alam sampai satu juta," ujarnya.
Tentang motif, saat ini Susi sudah membuat puluhan dari hasil ide kreatifnya sendiri. Dia mengatakan, memang suka membuat eksperimen bentuk lain dari motif baku yang sudah umum. Ada yang dimodifikasi dengan ide kreasinya sendiri.
"Yang enggak ikut pakem itu motif gandrung, liris manis, jolo, kawung bungkul juga gak ada pakemnya. Saya pasti kombinasikan kan batiknya. Khas kan gajah oling, kangkung stingkes, kalau saya, bentuknya dimodifikasi lagi. Paras gempal kan bentuknya waru, itu bentuknya saya beda. Ide dari saya sendiri," ujarnya sambil menjukan hasil produksi kain batiknya.
Rumah produksi Gondho Arum, berdiri sejak 2012, setelah Susi mendapatkan pelatihan dari Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pertambangan (Disperindagtam) Banyuwangi. Saat ini, dia sudah memiliki 22 pekerja yang mengaplikasikan ide-ide kreatif motif batiknya.
Saat ditanya berapa omset per bulannya. Susi hanya menjawab, sudah ada puluhan juta. Apalagi, momentum jelang Banyuwangi Batik Festival, pada 9 Oktober mendatang, dia mengaku sudah banyak pesanan dari peserta BBF dan masyarakat umum.
"Kalau BBF gini banyak pesennya. Untuk tahun ini sudah ada 7 model yang dipesan untuk BBF. Yang khas dari sini warna toska. Yang banyak diambil tergantung tema. Kalau untuk tahun ini temanya BBF itu Sekar Jagat," ujarnya.
Pada hari biasa, rumah produksi batik Gondho Arum juga sering mendapat pesanan untuk dikirim ke Kota Gresik, Madura dan Jakarta. "Kalau di sini yang paling sering itu sistem borongan. Jadi bisa pesan," ujar Soleh, salah satu pekerja. Saat ditemui, Soleh sedang sibuk mewarnai kain batik.
Produksi batik ini terletak di bagian belakang rumah Susi. Ada banyak pekerja yang sedang khusuk menggambar manual dengan penggaris dan petelot. Para Ibu-ibu yang kebagian tugas memberi malam pada garis-garis batik dengan canting listriknya. Ada juga yang kebagian mewarnai dan merendam kain batik.
Sistem pewarnaan batik agar bisa rapi dan bercampur aduk, harus dilakukan satu per satu. Semacam layer dalam aplikasi photoshop. Setelah selesai dengan satu warna, sebelum memberi warna lain, motif batik harus ditutup terlebih dahulu menggunakan malam. Baru warna kedua bisa dipoleskan.
"Kalau mau warna tiga ditutup semua dulu, baru warna ke tiga. Itu yang bikin lama," katanya.
Para Ibu-ibu yang sedang khusuk menggambar dan men-canting, terlihat tidak bisa diganggu. Dia harus fokus dengan motif yang akan diberi malam. Menariknya, canting yang digunakan sudah menggunakan pemanas energi listrik. Tidak lagi menggunakan kompor.
"Kalau pakai canting listrik enak. Panasnya stabil, gak ada asapnya. Perempuan memang bagian canting. Setelah digambar, dikasih malam," ujar Maslahah (44), salah satu pekerja pencanting batik.
Sementara itu, ciri khas batik Gondho Arum yang memiliki karakter motif dan pewarnaan khas, kata Susi, sudah pernah membuat Danang (salah satu penyanyi dangdut Banyuwangi) dan artis Yuni Shara pernah memesan.
"Yuni shara juga pernah menggunakan batik ini untuk BBF yang lalu. Kalau Danang itu langganannya ke sini. Ambil motif gandrung dan mata ayam gempal," ujar Susi.