"Kalau subsidi kan ada alokasinya. Nah petani yang sudah tanam dua hektare ini kan sudah bisa membeli yang non subsidi," kata Rini.
Merdeka.com, Banyuwangi - Menteri BUMN Rini Soemarno mengupayakan petani tebu di Indonesia, khususnya di Jawa Timur tidak lagi kesulitan mendapatkan pupuk non-subsidi. Hal ini dilakukan untuk target produktivitas panen tebu bisa mencapai 100 ton per hektare.
Selama ini, kata Rini, petani tebu untuk mendapatkan pupuk non-subsidi harus datang ke pabrik pupuk. Sementara jumlah pupuk subsidi terbatas. Dari situ, pihaknya akan mendorong perusahaan pupuk untuk menyediakan distributor di setiap daerah, agar petani lebih mudah mendapatkan pupuk non-subsidi.
"Kalau subsidi kan ada alokasinya. Nah petani yang sudah tanam dua hektare ini kan sudah bisa membeli yang non subsidi. Dan petani tidak mudah menembus ke pabrik. Makanya pabrik pabrik pupuk harus menunjuk distributor-distributor di daerah," kata Rini usai meninjau Industri Gula Glenmore, Kabupaten Banyuwangi, Kamis (16/11).
Tidak hanya mempermudah distribusi pupuk ke petani, pihaknya juga akan mempermudah kredit komersil tanpa jaminan kepada petani. "Kemudian akses kredit ke petani tebu, agar kualitas panennya baik. Tahun depan ini targetnya bisa capai 100 ton per hektar," katanya.
Saat ini, distribusi pupuk non-subsidi sudah mulai diterapkan karena telah memasuki masa tanam. "Ini langsung diterapkan. Kita sudah MoU dengan pabrik pupuk, dan menunjuk distributor ke daerah. Karena sangat penting. Kalau pupuknya terlambat hasilnya bisa tidak seperti yang kita inginkan," katanya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia HM. Muhammad Arum Sabil mengatakan petani tebu memang telah lama menginginkan kemudahan akses membeli pupuk non-subsidi.
"Karena selama ini untuk mendapatkan pupuk non-subsidi, petani harus datang ke perusahaan pupuk itu. Dan sekarang mulai dibentuk. Di Banyuwangi kalau tidak salah sudah ada dua distributor pupuk non subsidi," ujarnya.
Tahun ini, kata Arum Sabil, produktivitas gula mengalami penurunan hingga 20 persen, diakibatkan cuaca dan kualitas perawatan tebu. Dari 475 hektare perkebunan tebu, hanya mencapai 2,3 juta ton. Sementara dalam lima tahun terakhir, rata-rata telah mencapai 2,5 juta ton tebu.
"Penurunan produktivitas berdampak pada biaya produksi, dan melemahkan daya saing. Maka pencanangan produktivitas oleh menteri BUMN, dengan sarana distributor pupuk non subsidi dan jaminan kredit komersial sangat dibutuhkan," kata Arum Sabil.
Dia menambahkan, konsumsi gula dalam negeri mulai dari skala industri dan rumah tangga, saat ini sudah mencapai 4,6 juta ton per tahun.
"Kalau konsumsi rumah tangga 9 kilogram per kapita per orang per tahun, artinya hanya 2,3 juta ton. Itu cukup Persoalannya kalau kebutuhan gula industri itu butuh spek khusus namanya, gula rafinasi. Itu kekurangannya. Kalau produktivitas hanya mencapai 2,5, berarti masih ada kekurangan konsumsi dalam negeri," katanya.