Robot yang mereka bicarakan adalah jenis line tracer atau robot mobil yang bergerak dengan merunut garis.
Merdeka.com, Banyuwangi - Bila di kota besar banyak anak-anak lebih suka bermain gadget, siswa-siswi kelas 1 SMP Insat Muhammadiyah Banyuwangi sudah bisa membuat robot mobil sendiri. Mereka juga berkesempatan mempresentasikan dan memainkannya bersama adik-adik mereka yang duduk di kelas 6 SD, Rabu (31/1).
Laist Assyoifudin (13) satu anggota tim berada di depan kelas dan menjelaskan detail robot dengan bantuan pengeras suara. Di bangku masing-masing, siswa-siswi SD Muhammadiyah 1 Banyuwangi berseragam kuning duduk tenang menyimak.
Remaja berjas biru tua dan berpeci hitam itu menjelaskan, ada 4 bagian dalam robot yang mereka buat. Bagian sensor untuk menentukan arah, komperator mengatur sensitivitas, driver untuk memutar arah roda, dan penggerak yang membuat roda berputar.
Saat Laist dan kawan-kawannya memeragakan, audiens langsung beranjak dari kursi, maju melihat aksi sang robot. Interaksi terbangun, obrolan terjadi, muncul pertanyaan seperti 'ini sensornya yang mana' atau 'ini baterainya ya.'
Robot yang mereka bicarakan adalah jenis line tracer atau robot mobil yang bergerak dengan merunut garis. Garis bisa berwarna hitam, biru tua, atau warna gelap lain yang bisa menyerap cahaya agar bisa mempengaruhi komponen sensor cahaya.
Baterai lipo 2 cell yang tertanam di dalamnya mampu menggerakkan robot roda 4 itu selama kira-kira 2 jam, dan dayanya bisa diisi ulang. Robot mobil seberat 1/2 kilogram itu mondar-mandir mengikuti garis hitam yang digambar di flex banner.
Saat sampai di ujung-ujung garis, robot berputar dan kembali menelusuri garis hitam. Perputaran yang diambil dengan cara berbelok ke kanan. "Sensornya tipe sinar yang bisa menangkap cahaya dan warna," kata Laist pada adik-adiknya yang penasaran.
Ada 5 robot yang masing-masing dikerjakan oleh tim berisi 4 orang. Setelah 3 bulan mereka belajar robotik setiap Sabtu dan Minggu, sekarang mereka bisa membuat 1 robot dalam 4 hari.
"Paling lama proses nyoder PCB, karena harus pas lubang-lubangnya. Biayanya Rp 1,5 juta untuk beli bahan. Yang paling mahal baterai," kata Bima Hatta, rekan Laist.
Masih 1 smester bersekolah dan tinggal di pesantren Insat, mereka bisa membuat robot. Ditambah tuntutan belajar 4 mata pelajaran ujian nasional, pihak sekolah mengklaim mereka hafal 5 juz kitab suci Alquran.
Insat merupakan akronim dari Internasional Sains dan Teknologi, sekolah dan pesantren di Desa Sumberasri, Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Baru buka tahun ajaran 2017-2018, yang artinya Laist, Bima dan kawan-kawannya merupakan angkatan pertama sekolah Muhammadiyah ini.
"Itulah yang harus kita ubah paradigmanya. Tidak hanya agama yang diajarkan. Teknologi yang berkembang sekarang juga diajarkan," kata Direktur Pesantren Insat Muhammadiyah Banyuwangi, Ajuslan Kerubun pada Merdeka Banyuwangi.
Dia mengatakan persaingan sekarang tidak lagi hanya dengan kawan sendiri, melainkan dengan perkembangan teknologi. Maka pengetahuan pembuatan robot sudah diajarkannya sejak kelas 1 SMP di jam ekstrakurikuler. "Kalau mereka sudah suka, selanjutnya mereka akan eksplorasi sendiri buat yang lain-lain," katanya lagi.
Tidak hanya pada Laist dan kawan-kawan sekelasnya, hasil karya robot itu menimbulkan impian lanjutan pada siswa-siswi SD Muhammadiyah 1 Banyuwangi. Siswa kelas 6 bernama Zaky, mengaku ingin bisa membuat robot juga. "Saya ingin buat robot soccer," katanya.
Selisih usia yang tidak terpaut jauh membuat tim robot dan audiens akrab seperti sedang bermain. Dengan telaten, tim robot menjelaskan dan melayani pertanyaan sampai acara selesai.