1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Tahun baru Hijriyah, warga Banyuwangi gelar Festival Grebeg Suro

"Agar persatuan dan kebersamaan warga kampung semakin kuat," kata Andre.

Grebeg Suro Banyuwangi. ©2018 Merdeka.com Reporter : Mohammad Taufik | Selasa, 11 September 2018 10:47

Merdeka.com, Banyuwangi - Festival Grebeg Suro yang digelar di Pekulo, Kecamatan Srono, Banyuwangi, berlangsung meriah. Sebanyak 25 tumpeng raksasa diarak menyambut datangnya tahun baru 1440 Hijriyah tersebut. Ribuan masyarakat memadati rute arak-arakan sepanjang tiga kilometer.

"Ini merupakan tradisi tahunan masyarakat Pekulo untuk memperingati satu suro atau datang tahun baru hijriyah," terang Ketua Panitia Andre Subandrio saat prosesi pemberangkatan, Senin sore (10/9).

Tak sekadar perayaan, imbuh Andre, Grebeg Suro juga bertujuan untuk berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk memberikan keselamatan dan keberkahan bagi daerah tersebut. "Leluhur kami mengajarkan demikian untuk membersihkan kampung dari bala, musibah dan marabahaya," ujar Andre.

Andre bercerita, awalnya Tradisi Suroan hanya dilakukan secara individu di rumah masing-masing. Sejak 2012 dibuat secara serempak satu kampung. Mereka membuat tumpeng dari dua jenis. Ada yang berupa tumpeng nasi kuning atau putih dan ada pula yang berupa tumpeng dari palawija (sayur mayur).

"Agar persatuan dan kebersamaan warga kampung semakin kuat," katanya.

Untuk tumpeng yang terbuat palawija, terang Andre, bakal diperebutkan di ujung arak-arakan. Masyarakat Pekulo meyakini, jika mendapatkan bagian dari tumpeng tersebut, bakal mendapatkan keberuntungan satu tahun ke depan.

Sementara itu, Wakil Bupati Banyuwangi Yusuf Widyatmoko yang membuka acara tersebut, mengapresiasi grebeg suro yang setiap tahunnya semakin meningkat. "Acara kali ini ada peningkatan. Kami berharap tahun depan makin meriah dan luas pelaksanaannya," harapnya.

Lebih dari itu, Yusuf berharap kepada segenap masyarakat tidak sekadar melestarikan tradisi leluhur tersebut. Namun, juga kembali mengingat nasihat-nasihat para leluhur.

"Ada banyak nasihat dari para leluhur kita, yang harus tetap kita pelajari dan kita amalkan dalam kehidupan kita," ujarnya.

Salah satu nasehat tersebut, adalah 'urip iku urup'. Secara bahasa, artinya orang hidup harus menyala.

"Maksudnya, dalam kehidupan ini, kita harus menjadi pribadi yang 'menyala' atau bermanfaat. Tidak hanya bagi diri sendiri, tapi juga bagi masyarakat luas," katanya.

(MT/MT)
  1. Seni dan Budaya
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA