Ide merangkul ibu-ibu pedagang sayur keliling untuk mendata ibu hamil beresiko tinggi.
Merdeka.com, Banyuwangi - Mengurangi angka kematian ibu dan anak selama mengandung sampai melahirkan, Puskesmas Sempu, Banyuwangi punya strategi unik. Pihaknya, memberdayakan tukang sayur keliling untuk diberi bekal mendata ibu-ibu hamil beresiko tinggi.
Pasukan pedagang sayur keliling yang tergabung dalam Pemburu Ibu hamil beresiko tinggi (Bumil Risti) ini, akan bekerja jualan sayur keliling ke rumah-rumah warga seperti biasanya. Hanya saja bila bertemu dengan ibu hamil beresiko tinggi, mereka akan melakukan pendataan untuk dilaporkan ke Puskesmas Sempu.
Sistem pendataannya pun juga sudah berbasis online. Pihak Puskesmas Sempu telah membekali pasukan Pemburu Bumil Risti dengan smartphone. Semua data seperti foto dan biodata para ibu hamil beresiko tinggi yang ditemukan, bisa langsung dikirim ke Puskesmas Sempu melalui smartphone tersebut.
"Jadi saya jual sayur keliling sambil cari orang hamil yang beresiko tinggi. Didata lewat smartphone, jadi bisa langsung dikirim ke Puskesmas," ujar salah satu Pemburu Bumil Risti, Eka (37) kepada Merdeka Banyuwangi, Rabu (14/12).
Saat ditemui, Eka dan sembilan teman Pemburu Bumil Risti lainnya sedang datang ke Kantor Pemda Banyuwangi untuk hadir dalam Festival Pelayanan Publik. Dia menjelaskan setiap hari dia jualan sayur keliling di daerah Tegal Arum, Kecamatan Sempu. Setelah dua bulan bergabung dalam Pemburu Bumil Risti, dia sudah menemukan dua ibu-ibu yang hamil beresiko tinggi.
"Sudah mendata dapat dua. Yang pertama dia resiko pendarahan. Satunya lagi, antara anak pertama dan kedua jaraknya cuma 1 tahun setengah," jelas pedagang sayur yang sudah jualan keliling selama 7 tahun ini.
Eka mengatakan, di Kecamatan Sempu, terdapat 10 pasukan Pemburu Bumil Risti. Dari 7 desa di Kecamatan Sempu, masing-masing Pemburu Bumil Risti sudah mendapatkan wilayah jualan kelilingnya masing-masing.
Di bagian rak sayur yang ditaruh di sepeda motornya masing-masing tertulis "Pemburu Bumil Risti: Kenali Resiko Tinggi Pada Ibu Hamil" dan diikuti 13 daftar kategori ibu hamil beresiko tinggi. Eka dan sembilan teman Pemburu Bumil Risti lainnya, telah mendapat pelatihan untuk mengenal ciri-ciri ibu hamil beresiko tinggi.
"Pas jual sayur, pastikan sambil ngobrol-ngobrol. Jadi jualan sambil nyari ibu hamil beresiko. Kami kan sudah dapat pelatihan. Yang beresiko itu seperti hamil di atas umur 35. Terlalu muda seperti usia 15. Selisih dua tahun hamil lagi itu beresiko. Kalau terlalu lama, jaraknya ada 15 tahun itu juga beresiko," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Puskesmas Sempu, Hadi Kusairi menjelaskan, ide merangkul ibu-ibu pedagang sayur keliling untuk mendata ibu hamil beresiko tinggi, bermula dari tingginya kasus kematian ibu dan anak di Kecamatan Sempu.
"Tahun 2013 angka kematian ibu ada 5 nyawa, ibu hamil melahirkan meninggal. Kalau bayinya tahun 2013 itu 11. Dari kisaran 500 ibu hamil rata-rata per tahun," jelas Hadi.
Dari situ, pihaknya terlebih dahulu membentuk kelompok Stop Angka Kematian Ibu dan Anak (SAKINA) pada tahun 2013 di Kecamatan Sempu. Tujuannya untuk memberikan pelayanan dan monitoring ibu hamil beresiko tinggi di setiap desa.
"Jadi data ibu hamil berisiko tinggi yang dilaporkan dari Pemburu Bumil Risti ini akan dipantau perkembangannya oleh Sakinah. Kapan harus periksa dan sebagainya," jelasnya.
Di Kecamatan Sempu, kata Hadi terdapat sekitar 32 ribu penduduk. Dari jumlah tersebut ada 500 penduduk yang tinggal di tengah area hutan atau jauh dari puskesmas.
"Sakinah ini ada rumah singgah milik warga yang rela ditempati. Terutama yang ada di tengah kampung. Dari rumah singgah, Sakinah akan melaporkan. Kami ada ambulans khusus untuk kegiatan Sakinah. Standby di puskesmas 24 jam," ujarnya saat menjelaskan detail kerja Sakinah saat menangani ibu hamil yang ada di pelosok.
Dari situ selama tahun 2016 ini, angka kematian ibu dan anak di Kecamatan Sempu, kata Hadi benar-benar bisa ditekan. "Sekarang sudah nol angka kasusnya," ujarnya.
Selain Sakinah dan Pemburu Bumil Risti, pihaknya juga menggandeng para dukun yang biasa menangani proses persalinan dengan cara tradisional. Selain dikasih pelatihan mereka akan dikasih imbalan bila mau mengantar ke puskesmas atau pelayanan kesehatan. "Sehingga tidak memutus penghasilan mereka. Untuk urusan merawat dan memandikan bayi sudah kami beri pelatihan. Yang penting jangan proses persalinannya," ujarnya.
Selain itu, salah satu anggota Sakinah, Winarsih (44) mengatakan selama melakukan pendampingan terhadap ibu hamil beresiko tinggi, mulanya butuh waktu agar bisa mudah diterima. "Awalnya sulit menerima. Tapi kalau sudah tahu tujuannya, ya sudah enak. Jadi mendampingi agar kesehatannya terjaga," ujarnya.