Potensi cascara belum banyak diketahui oleh petani-petani kopi. Bahkan nama cascara belum terlalu booming untuk kalangan barista dan pecinta kopi
Merdeka.com, Banyuwangi - Bagaimana jika pertanian kopi juga bisa sekaligus memproduksi teh dalam waktu yang bersamaan? Menurut Lia Zen, seorang Duta Kopi asal Sidoarjo Jatim, hal tersebut sangat memungkinkan. Sebab kulit ceri kopi dapat diolah menjadi teh bernama cascara.
Lia menjelaskan kepada para petani di sana tentang cara produksi teh yang terbuat dari kulit ceri kopi. Cascara biasanya berasal dari kopi jenis arabica. Karena daging atau ceri kulit kopi arabica lebih tebal ketimbang jenis robusta dan rasanya jelas lebih asam. Syarat pembuatan cascara yakni kopi harus dipetik merah. Setelah petik merah, kopi-kopi tersebut memasuki proses perambangan di dalam sebuah bak berisi air. Proses tersebut bertujuan untuk mensortasi kopi.
Dalam proses perambangan di dalam air tersebut, kopi yang berada di bawah atau tenggelam yang dipilih. Proses tersebut sekaligus untuk pencucian kopi. Selanjutnya kopi melalui tahap pulper atau pemisahan kulit dengan biji kopi.
Kulit kopi yang sudah terpisah dari bijinya, selanjutnya tinggal dijemur dengan syarat harus dialiri udara dari atas dan bawah. Jika cuaca sedang cerah, proses penjemuran kulit ceri kopi memakan waktu sekitar tiga hari. Namun ketika cuaca mendung, proses penjemuran di bawah terik matahari bisa mencapai waktu hingga lima hari. Proses yang cukup lama tersebut diwajibkan karena untuk mendapatkan cascara yang benar-benar kering.
"Semakin tinggi dataran pertumbuhan arabica, cascara yang dihasilkan akan semakin baik. Karena dagingnya (ceri) akan lebih tebal. Ketingian 1600 dibandingkan 1800. Akan lebih enak yang 1800 karena dagingnya lebih tebal," kata Lia kepada Merdeka Banyuwangi.
Menurut Lia, potensi cascara belum banyak diketahui oleh petani-petani kopi. Bahkan nama cascara belum terlalu booming untuk kalangan barista dan pecinta kopi. Namun cascara mulai dicari oleh coffee shop dalam beberapa bulan terakhir.
Dalam memanfaatkan waktu luangnya, Lia berkeliling ke beberapa daerah penghasil kopi dan melakukan proses sosialisasi. Karena menurutnya, cascara merupakan nilai lain dari kopi. Selain bisa dimanfaatkan untuk konsumsi sebagai teh, cascara sekaligus bernilai ekonomis tinggi.
"Nah ini kita mulai mengedukasi petani di sini karena Gombengsari lumayan punya ekselsa banyak. Cuma belom menjamin rasanya akan sama dengan arabica. Namun tidak ada salahnya mencoba membuat cascara," kata Lia.
Cascara untuk jenis arabica Flores bisa mencapai harga Rp 30 ribu per kilogram. Mayoritas petani tidak pernah memanfaatkan kulit kopi, sehingga cascara biasanya terbuang. Lia menjelaskan jika diolah dengan benar, nilai ekonomis cascara mampu menyaingi separuh dari harga green bean kopi.
"Masyarakat di sini baru tahu hari ini. Harapannya di Gombengsari ini petani-petani mulai produksi cascara dan mulai mengolah ekselsa. Karena untuk 1 sampai 2 tahun ke depan ekselsa bakalan naik daun. Ekselsa di Gombengsari banyak yang ditebang dan digantikan oleh pohon salak. Ketika ada nilai lebih dari ekselsa, semoga mereka mulai beranjak untuk mengolah ekselsa. Bikinnya mudah cuma butuh ketekunan saja," kata dia.
Menurut Lia, takaran pas untuk cascara yakni 7 gram atau satu sendok makan cascara kering yang direbus dengan air 300 mililiter sampai mendidih. Cascara selanjutnya didinginkan di kulkas sampai 2 atau 3 hari untuk proses fermentasi. Teh cascara yang telah terfermentasi lebih segar disajikan dengan campuran es dan daun mint.