"Di sini sering dikunjungi. Kalau dilihat dari buku tamu ini, mulai wisatawan asing Korea, China, Belanda ada," kata Soleh.
Merdeka.com, Banyuwangi - Aset-aset peninggalan Belanda di Banyuwangi sampai saat ini masih terawat. Salah satunya di PT Perkebunan Glenmore, Desa Margomulyo, Kecamatan Glenmore. Di sana masih terdapat peninggalan lokomotif kuno milik Belanda, mesin pengolahan karet dan bekas rumah dinas kuno era Kolonial Belanda.
Bila Anda ingin berkunjung dan melihat-lihat secara langsung, cukup mengisi buku tamu di pos keamanan. Baru kemudian, bisa masuk dengan naik kendaraan sepeda motor atau roda empat.
Menurut Mohamad Soleh, salah satu Paker (keamanan perkebunan), setiap hari pasti ada wisatawan yang berkunjung. Baik dari wisatawan lokal maupun mancanegara.
"Di sini sering dikunjungi. Kalau dilihat dari buku tamu ini, mulai wisatawan asing Korea, China, Belanda ada. Kalau yang warga lokal seperti para pemuda, siswa sampai mahasiswa hampir setiap hari. Rata-rata mereka ya hanya melihat-lihat, terus foto-foto bersama," ujar Mohamad Soleh kepada Merdeka Banyuwangi, beberapa hari lalu.
Bila ingin melihat mesin produksi karet peninggalan Belanda yang masih beroperasi, para wisatawan asing cukup membayar Rp 25 ribu. Sedangkan warga lokal, cukup mengisi buku tamu, atau membawa surat identitas dari instansinya.
"Satu orang untuk wisatawan asing, masuk ke sini bayar Rp 25 ribu. Nanti dikasih makanan ringan dan minuman seperti teh, kopi," ujar Soleh.
Soleh mengatakan, para pemuda seringkali foto-foto bersama dengan background lokomotif. Alat transportasi tersebut, menurut cerita yang berkembang, selain untuk mengangkut hasil bumi seperti kopi dan kakao, juga memindahkan para pekerja. Hanya saja, lpkomotif yang tersisah hanya bagian kepalanya saja. Kondisinya, terlihat masih sangat terawat.
Selain bisa melihat lokomotif, pengunjung bisa jalan-jalan mengamati konstruksi bangunan Belanda. Tentunya juga masih dihuni oleh pekerja PT Perkebunan Glenmore.
"Yang ingin melihat pengolahan karet, melihat rumah peninggalan Belanda ya bule-bule itu. Kalau orang sini kebanyakan foto fotoan di sana. Ada yang nyebut sepur sepuran," ujar Soleh.