1. BANYUWANGI
  2. PARIWISATA

Malam satu Suro ratusan orang mandi di Sungai Caruk Banyuwangi

"Kalau warga sini sendiri tidak banyak yang mandi. Ini yang datang sebagian besar dari tamu luar kota," kata Harsono.

Ritual malam satu Suro di Cungai Caruk. ©2016 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Rabu, 05 Oktober 2016 10:43

Merdeka.com, Banyuwangi - Tepat pada pertengahan malam penanggalan satu Suro. Masyarakat Gombeng, Kecamatan Kalipuro, kedatangan ratusan tamu dari berbagai daerah. Tujuannya untuk mandi di Sungai Caruk dengan berbagai tujuan.

Mulai pukul 00.00 WIB sampai sekitar pukul 01.00 WIB dini hari, ratusan orang hilir mudik di area Sungai Caruk. Debit air sungai caruk hanya setinggi lutut, dengan lebar sekitar 6x6 meter membuat ratusan tamu yang datang harus antre bergantian menunggu di tepi Sungai Caruk.

Saat di lokasi, aroma dupa cukup pekat. Penerangannya hanya menggunakan obor dari bambu. Meski demikian, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, sampai lanjut usia, berbondong-bondong datang untuk mandi di Sungai Caruk.

Menariknya, meskipun para tamu yang datang dari berbagai kalangan punya tujuan dan niat berbeda. Bentuk keragaman tersebut dipersilakan dengan nilai toleransi yang tinggi dari warga Gombeng.

"Kalau warga sini sendiri tidak banyak yang mandi. Ini yang datang sebagian besar dari tamu luar kota, seperti Lumajang, Malang, Jember dan Bali. Kalau masyarakat sini ya welcome saja. Sebagai tuan rumah ya cukup menghargai saja," ujar Harsono Sidik, Ketua Panitia Penyucian Suro kepada Merdeka Banyuwangi, Minggu (2/10).

Disebut Sungai Caruk, karena terdapat pusat pertemuan dua sumber mata air dari aliran sungai yang berbeda. Antara sumber mata air dari Gunung Papak, Telemung dengan air Sumber Gedor, Kaliklatak, Kecamatan Kalipuro.

"Sungai Caruk ini langka. Di Banyuwangi setahu saya ya cuma di sini. Apalagi jenis pertemuan dua sumber mata air yang berbeda. Sehingga dipercaya memberi kekuatan spiritual kepada siapapun yang mandi," ujarnya.

Saat tradisi Penyucian Suro berlangsung, dari ratusan tamu, ada tiga guru spiritual yang dianut. Meski caranya berbeda, semua saling menghargai hingga prosesi Penyucian Suro selesai.

Setelah mandi, panitia menyediakan musala dan masjid bagi yang mau melanjutkan salat hajat ataupun tahajud. "Kalau tidak, bisa langsung melihat pertunjukan wayang," ujar Andri, salah satu panitia Penyucian Suro.

Bentuk prosesi lainnya ada juga yang mencelupkan uang Rp 20 ribu untuk dibawa mandi. Setelah itu dibawa pulang untuk disimpan, sebagai simbol doa kepada Tuhan agar dilancarkan dalam berwirausaha.

Ada juga yang setelah mandi, membawa air Sungai Caruk dalam botol air mineral. "Itu juga ada tujuannya, katanya bisa jadi obat. Ya kalau sudah yakin memang bisa jadi lantaran menyembuhkan," imbuh Andri.

Selai itu, ada juga yang membawa aneka makanan seperti kolak pisang emas dan bubur, untuk kemudian diselamati bersama untuk dikonsumsi. Usai makan, berbagai harapan kepada Tuhan dirapalkan, misalkan agar diberi keselamatan, kesehatan dan kelancaran rizki.

"Yang datang ini memang tujuannya beda-beda. Ini kan tradisi, lantaran lewat leluhur," ujar salah satu pria asal Madura.

Sementara itu, Harsono menambahkan, tradisi Penyucian Suro sudah mulai ramai sejak 1990-an. Namun baru di tahun ini, pihaknya bersama warga Gombeng ingin mengenalkan kepada publik. Harapannya, bisa menjadi salah satu destinasi wisata religi baru di desanya. Agar bisa semakin dikenal dan meningkatkan perekonomian warga.

"Jadi ini kedepannya ingin ditata lagi, agar bisa jadi wisata. ‎Karena sifatnya religi ya tidak ditarik karcis. Siapa saja yang datang dipersilakan," ujar pria yang menjadi anggota Pokdarwis Unggulan Pemuda Kreatif Gombengsari ini.

(MT/MUA)
  1. Info Banyuwangi
  2. Pariwisata
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA