"Ini unik bagi kami. Karena tahunya kami di Eropa ya model cokelat batangan, tidak tahu bagaimana model buahnya," ujar Stephan van der Zwan.
Merdeka.com, Banyuwangi - Etape kedua Internasional Tour de Banyuwangi Ijen (ITdBI) 2017, Kamis (28/9), mengambil start di Doesoen Kakao, Kecamatan Glenmore Banyuwangi. Sebuah lokasi wisata baru yang berada di area perkebunan wilayah Selatan Banyuwangi.
Doesoen (dusun) Kakao terletak di areal perkebunan kakao seluas 1.500 hektar. Dari sinilah kakao-kakao Banyuwangi diproduksi yang kemudian diolah menjadi cokelat yang dipasarkan di berbagai daerah dan negara.
Pengelola sekaligus Manager Kebun Kendeng Lembu, Titon Tantular, mengatakan destinasi ini dibuka sejak 2016 dengan luas areal untuk wisata sekitar 4 hektare.
Di destinasi wisata ini, pengunjung bisa menikmati suasana sejuknya udara perkebunan kakao dan karet. Selain itu, pengunjung dapat berwisata kuliner menjajal menu makanan dan minuman yang serba terbuat dari cokelat. Seperti pisang crispy topping cokelat, minuman cokelat panas, permen cokelat dan masih banyak lagi.
“Selain itu, kami menawarkan wisata edukasi sejarah cokelat. Pengunjung diajak berkeliling dengan shuttle car, mempelajari budidaya kakao yang merupakan bahan baku cokelat. Mulai dari proses pembibitan hingga panen, serta pengolahannya karena wisata ini satu areal dengan pabrik pengolahan coklat. Jadi wisatawan bisa langsung menyaksikan proses pembuatan cokelat,” terang Titon.
Keunikan dusun ini pun memikat wisatawan penggemar sepeda dan para pembalap yang ikut beradu cepat di Tour de Ijen. Stephan van der Zwan, manajer PCS Team asal Belanda, misalnya. Stephan bercerita tentang pembalapnya yang keheranan dengan buah kakao.
"Ini unik bagi kami. Karena tahunya kami di Eropa ya model cokelat batangan, tidak tahu bagaimana model buahnya. Saya akan perkenalkan ini ke teman-teman Belanda, pasti tertarik, apalagi wilayah Glenmore Banyuwangi punya ikatan kuat dengan kami warga Belanda. Dulu banyak orang Belanda di sini," katanya.
Cokelat Glenmore memang dikenal sebagai salah satu kualitas terbaik dunia, yakni jenis Edel. Rasa dan karakteristiknya unik, berbeda dengan daerah lain. “Bijinya berwarna putih, beda dari biji kakao pada umumnya yang berwarna keunguan. Kadar lemaknya rendah dan tidak mudah leleh. Rasa cokelatnya juga cenderung asam buah-buahan, mirip seperti kismis. Dan after taste-nya menghasilkan rasa madu. Tak heran, cokelat Banyuwangi banyak diminati produsen coklat dari luar negeri,” terang Titon.
Perkebunan Kendeng Lembu sendiri mampu memproduksi cokelat hingga 950 ton per tahun, dengan produktivitas 800 kilogram kakao per hektare. “Kebanyakan kami ekspor ke Jepang, Jerman, Perancis, Italia, Amerika, Malaysia, dan Singapura. Namun juga kami olah sendiri jadi permen cokelat untuk oleh-oleh wisata,” jelas dia.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas secara terpisah menyampaikan, munculnya destinasi wisata Doesoen Kakao ini semakin melengkapi alternatif wisata perkebunan di daerahnya.
“Kami terus berupaya menumbuhkan destinasi-destinasi baru, sekaligus menciptakan titik pergerakan ekonomi baru. Dengan wisata cokelat ini diharapkan bisa menjadi daya tarik baru sekaligus memancing anak-anak muda Banyuwangi untuk ikut berbisnis cokelat sebagai salah satu oleh-oleh khas daerah," kata Anas.