1. BANYUWANGI
  2. GAYA HIDUP

Tak hanya motor, dulu sepeda onthel juga dirazia petugas

Bila tidak terdapat kertas pajak (seperti stiker) yang ditempel di sepeda hansip akan menggantol sepeda tersebut.

Tentrem dan sepeda onthelnya. ©2016 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Sabtu, 16 April 2016 11:48

Merdeka.com, Banyuwangi - Operasi kendaraan, ternyata tidak hanya berlaku pada kendaraan sepeda motor atau mobil. Pada tahun 1970-an operasi kendaraan seperti sepeda ontel juga sering dilakukan. Hal ini diceritakan oleh Tentrem (60) pedagang sepeda onthel kuno peninggalan Belanda, di Kampung Songo, Dusun Kaliwungu, Kecamatan Tegaldlimo.

Tentrem sudah jualan sepeda onthel kuno sejak tahun 1975. Pria kelahiran 1956 ini, pada tahun 1970-an masih terhitung usia remaja. Selain jual sepeda onthel, Tentrem juga sesekali berdagang kayu, sembako, anyaman bambu dan apapun yang bisa di jual ke Pasar Kecamatan Muncar. Jarak pasar hanya sekitar 8 kilometer dari Kecamatan Tegaldlimo.

Tentrem masih ingat betul bagaimana Hansip setiap hari Senin selalu standby di sepanjang jalan menuju pasar atau jalur perdagangan. Para Hansip tersebut akan mengamati setiap jengkal dari sepeda onthel yang dikendarai masyarakat. Bila tidak terdapat kertas pajak (seperti stiker) yang ditempelkan di sepeda, Hansip akan menggantol sepeda tersebut.

“Jadi hansip-hansip yang ditugaskan dari kantor desa atau kecamatan itu membawa gantol (tongkat untuk menggantol sepeda). Surat pajak namanya Peneng. Tiap tahun harus beli Peneng. Kalau tidak punya, enggak boleh jalan sama Hansip. Suruh bayar, nanti dikasih Peneng,” kenang Tentrem kepada Merdeka Banyuwangi, Sabtu (9/4).

Suatu ketika saat perjalanan ke Muncar, masa aktif Peneng di sepeda onthel Tentrem habis. Sedangkan dia tidak punya uang untuk membeli. Akhirnya Tentrem memilih lewat jalur tikus agar tidak terkena “tilang” sepeda onthel.

Sepeda onthel
© 2016 merdeka.com/Mohammad Ulil Albab




“Saya juga gedek (anyaman bambu) dan kayu. Hasilnya tidak cukup buat beli peneng, habis buat beli beras. Waktu iku regane Peneng 10 rupiah, tahun 1976-1977. Akhirnya perjalanan ke Muncar nrabas (jalan alternatif),” jelasnya.  

Biasanya, kata Tentrem, Peneng tersebut ditempelkan di bayangan (kerangka atau bingkai) sepeda onthel. Dalam Peneng tersebut seingat Tentrem ada tulisan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, beserta logonya. Kata dia, pajak Peneng memang untuk pendapatan daerah. Sehingga dikelola oleh kantor desa masing-masing.

“Saat di rumah masih didatangi oleh RT suruh bayar Peneng. Kalau di jalan bagiannya Hansip, terus diberikan ke kantor desa,” kenangnya.

Setelah tahun 1980-an akhir, pajak Peneng kata Tentrem sudah tidak ada lagi. Masyarakat secara tidak langsung dibebaskan menggunakan sepeda onthel. Pemerintah lantas berganti mengurusi pajak sepeda motor.

“Biasa yang banyak cegatan di jembatan Patok Sebelas (Desa Sumberberas) ke utara. Itu ramai cegatan,” jelas Tentrem sambil tertawa mengingat itu semua.

(FF/MUA)
  1. Khas Banyuwangi
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA