Probiotik fish megafloc ternyata bisa mengubah limbah kotoran ikan lele menjadi flok mikro-organisme yang mengandung protein.
Merdeka.com, Banyuwangi - Bacillus megaterium, bakteri yang ditemukan di sedimen mangrove akibat pencemaran minyak bumi di Perairan Cilacap Jawa Tengah, digunakan sebagai probiotik fish megafloc untuk peternak ikan lele di Kecamatan Muncar Banyuwangi.
Probiotik fish megafloc ternyata bisa mengubah limbah kotoran ikan lele menjadi flok mikro-organisme yang mengandung protein, sehingga bisa menjadi pakan lele. Ongkos pakan ternak ikan pun akhirnya bisa lebih rendah.
Hasil penelitian ini ditemukan oleh Agung Dhamar Syakti, Dosen PS. Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Uiversitas Jendral Sudirman. Namun kemudian dikembangan oleh Nadya Adhrani dan tim peneliti di Universitas PGRI Banyuwangi.
Nadya menjelaskan, keuntungan budidaya lele dengan formula limbah sedimen mangrove selain bisa menjadi protein makanan, juga memudahkan peternak, karena tidak perlu sering-sering mengganti air kolam ikan. Terutama yang menggunakan sistem bioflok (menggunakan media terpal).
"Tidak perlu sering-sering mengganti air kolam ikan serta pakan yang diberikan tidak sebanyak dengan cara konvensional. Tentu menekan ongkos produksi dan lele yang dihasilkan lebih berkualitas," ujar Nadya, Selasa (19/9).
Cara konvensional yang dimaksud Nadya, yakni mengganti air kolam ikan minimal sekali dalam dua hari.
"Dengan probiotik fish megafloc hal tersebut tidak perlu dilakukan sehingga lebih ramah lingkungan serta dapat memperbaiki kualitas air," katanya.
Bakteri bacillus megaterium, lanjutnya, bisa merombak limbah sisa pakan, fases dan urine ikan budidaya dari kandungan ammonia dan nitrat. Bentuknya, akan menjadi seperti lendir dan bisa menjadi pakan alami lele.
Nadya bersama timnya, telah melakukan uji coba probiotik kepada peterenak ikan di Masyarakat Kelompok Pembudidaya Ikan Komiditas Ikan Lele Karya Mina Lele Desa Kedungrejo Kecamatan Muncar selama dua bulan. Dia juga membandingkan hasil budidaya lele dengan cara konvensional.
Dia mengatakan, dari dua kolam cara konvensional dan kolam dengan probiotik, selama dua bulan hasilnya terlihat berbeda.
Sama-sama ditebar bibit 1.500, dengan sistem biofloc dan menghabiskan pakan pellet 315 kilogram bisa menghasilkan total panen ikan hingga 394 kilogram. Sedangkan untuk budidaya konvensional, dari 1.500 bibit lele dalam dua bulan menghasilkan seberat 300 kilo dengan pakan yang dibutuhkan lebih banyak yaitu 330 kilogram.
"Cara konvensional belum termasuk biaya beban listrik yang digunakan untuk menguras dua hari sekali," katanya. Dibandingkan dengan peternak biofloc cukup menggunakan alat sirkulasi seperti aerotor, selang, molase agar flok yang dihasilkan bisa maksimal.
"Kesimpulannya adalah keuntungan yang dihasilkan peternak dengan sistem bioflok dua kali lebih banyak dibandingkan cara konvensional. Apalagi untuk aerotor, selang dan molase bisa digunakan dengan waktu yang agak lama," ujarnya.
Saat ini menurut Nadya sudah banyak kelompok masyarakat yang memesan probiotik fish megafloc untuk budidaya ikan kolam, bukan hanya untuk lele tapi juga nila, mujair, ikan emas, udang windu dan udang vaname. Pemesan berasal dari Medan, Padang dan juga Purwokerto.
"Tapi yang pesan masih kalangan sendiri. Untuk pembuatan probiotik saya dibantu mahasiswa," katanya. Nadya berharap dengan adanya sistem bioflock dengan probiotik fish megafloc para peternak ikan lele bisa meningkatkan produksinya. Apalagi sejak tahun 2012 lalu, kabupaten Banyuwangi melakukan gerakan 10.000 kolam ikan.
Gerakan tersebut termasuk juga sebagai solusi bagi nelayan saat mengalami paceklik ikan dan mereka bisa memelihara ikan di kolam pekarangan rumah.
"Sistem bioflock bisa dimanfaatkan oleh para peternak ikan baik skala besar ataupun rumahan. Untuk sementara pengerjaan probiotik dilakukan jika ada yang memesan," katanya.