"Kalau bisa saya sarankan jangan ke Timteng khususnya untuk perempuan, kasihan. Ada perbedaan budaya sehingga kita merasa kurang dihargai".
Merdeka.com, Banyuwangi - Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, tetap menyarankan agar buruh migran dari wilayahnya tidak ambil pekerjaan di Arab Saudi. Hal itu dilakukan demi kesehatan dan keselamatan para buruh migran yang ke Arab kebanyakan di sektor non formal.
Imbauan diberikan meskipun Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah menandatangani kerjasama bilateral penempatan tenaga kerja satu kanal dengan Saudi Arabia pertengahan Oktober lalu. Kerjasama uji coba penempatan 30 ribu buruh migran Indonesia (BMI) itu diambil saat moratorium atau penghentian pengiriman BMI non formal ke Timur Tengah masih berlangsung.
"Kalau bisa saya sarankan jangan ke Timteng khususnya untuk perempuan, kasihan. Ada perbedaan budaya sehingga kita merasa kurang dihargai," kata Kepala Bidang Penempatan Kerja Disnaker Banyuwangi Nunuk Sri Rahayu kepada Merdeka Banyuwangi, Rabu (14/11).
Dia menjelaskan pada umumnya BMI asal Banyuwangi telah memahami risiko tinggi bekerja di Arab dan lebih memilih bekerja di negara lain. Nunuk mengatakan sejak moratorium tahun 2015, Pemkab Banyuwangi telah menyosialisasikan kepada masyarakat agar tidak berangkat bekerja ke Saudi Arabia.
Pihaknya belum memiliki data pasti berapa BMI asal Banyuwangi yang sekarang berada di Arab, namun sejak tahun 2015 tidak ada keberangkatan BMI non formal ke Arab yang melalui Disnaker Banyuwangi. Ada 2 orang yang mendaftar untuk bekerja ke Arab di sektor formal, namun belum berangkat hingga sekarang.
Di sisi lain dari data Imigrasi, tahun 2018 ada 43 orang Banyuwangi dan 89 orang tahun 2017 yang berangkat bekerja ke Arab. Tidak melewati Disnaker, biasanya mereka pernah bekerja di Arab (eks) yang pulang untuk cuti atau re entry, namun langsung terhubung ke calon majikan tanpa penyalur.
Sebagian berangkat atau memperpanjang kontrak kerja hanya dengan calling visa tanpa melewati perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI). Risikonya mereka tidak mendapatkan asuransi dari PJTKI resmi saat sakit atau mengalami kecelakaan dan tidak tercatat di Disnaker daerah setempat.
"Masyarakat sudah sadar dari pengalaman di Arab banyak kasus. Sudah bukan pilihan, bukan tren, masyarakat tidak berminat. Kecuali yang sudah di sana dan mendapatkan tempat yang bagus dan layak," kata Nunuk.
Tahun ini jumlah BMI asal Banyuwangi yang tercatat Disnaker Banyuwangi 3.127 orang, 1.576 sudah berangkat dan 1.551 orang masih dalam proses. Paling banyak tujuan negara yang dipilih adalah Taiwan jumlahnya 1.728 orang, sudah berangkat 939 orang, dan masih proses pemberangkatan 789 orang.
Hongkong sebanyak 1.024 BMI, 505 orang telah berangkat dan 519 masih dalam proses. BMI yang ke Malaysia juga sangat banyak, namun sebagian besar menempuh jalur ilegal dan tidak tercatat di sistim data Disnaker Banyuwangi.