Tiap bulan permintaan terus meningkat.
Merdeka.com, Banyuwangi - Banyuwangi, daerah di ujung timur Pulau Jawa. Selain dikenal daerah produsen buah naga, juga penghasil buah jeruk terbesar di Jawa Timur. Seperti jeruk siam misalnya. Jeruk khas Tanah Blambangan ini telah menembus pasara nasional.
Di sejumlah pasar modern, seperti di Jakarta dan Bali, jeruk siam yang tersohor karena manis, segar dan memiliki kadar air cukup banyak. Buah ini tampak bersanding dengan buah-buah impor.
Diungkap Agus Ali Maksum, suplier hortikultura asal Desa Jajag, Kecamatan Gambiran, Banyuwangi. Dia mengatakan sudah sejak lima tahun silam, rutin memasok jeruk siam ke sejumlah distributor dan pasar modern di wilayah Jawa dan Bali. Mulai dari Hero Supermarket Tangerang, Mall Asia Plaza di Tangerang, hingga Tiara Dewata, Bali.
"Setiap hari, saya bisa kirim minimal 5 ton jeruk ke Tangerang, Bekasi, Bandung dan Semarang secara bergantian. Karena memang permintaan luar daerah akan jeruk siam Banyuwangi ini sangat tinggi," kata Agus, Jumat (15/7).
Agus mengaku, mendapat jeruk siam dari sejumlah petani di Banyuwangi. Sejumlah sentra jeruk siam, tempat para petani menjual buahnya menjadi langganan Agus di antaranya di Kecamatan Purwoharjo, Bangorejo dan Pesanggaran.
Menurut Agus, di tiga kecamatan tersebut merupakan penghasil jeruk dengan kualitas di atas rata-rata. "Saat membeli dari petani, saya hanya memilih yang kualitasnya bagus dan sesuai dengan kriteria super market. Misalnya ukurannya besar, satu kilogram berisi tujuh buah, dan kulit jeruk bersih. Perkara rasa, jeruk Banyuwangi sudah dikenal manis," terangnya.
Agus mengaku, jeruk siam yang dibelinya dari petani dibandrol antara Rp 10.000 hingga Rp 12.500 per kilogramnya ke pelanggan. Namun, harga tersebut bisa sewaktu-waktu berubah, tergantung harga di pasaran. "Harganya fluktuatif. Jadi bisa naik, bisa turun kapan saja. Tergantung musim dan panennya," ungkap Agus.
Terpisah, Kepala Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan Banyuwangi, Ikrori Hudanto mengatakan buah jeruk merupakan hortikultura paling tinggi produksinya di Banyuwangi. Pada 2015, Banyuwangi mampu menghasilkan 354.685 ton jeruk dengan luas panen 12.804 hektare. Produksi itu meningkat dibandingkan tahun 2014 hanya 333.767 ton dengan luas lahan panen 12.137 hektare.
Untuk sentra kawasan jeruk sendiri, tersebar di sejumlah kecamatan. Yakni Kecamatan Bangorejo, Purwoharjo, Tegaldlimo, Pesanggaran, dan Siliragung. Juga bisa ditemui di Kecamatan Cluring, Gambiran, Tegalsari dan Muncar.
Ikrori juga mengaku, pihaknya terus mendorong petani jeruk di Banyuwangi untuk menjaga kualitas jeruknya. Pemkab Banyuwangi, kata dia, juga telah memberi bekal menyelenggarakan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) sesuai standar pemerintah Good Agricultural Practices (GAP) bagi petani.
"GAP adalah panduan budidaya buah dan sayur yang baik untuk menghasilkan produk bermutu, mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan, pencegahan penularan OPT, penjagaan kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja serta prinsip penelusuran balik (traceability)," terang Ikrori.
Petani dibekali wawasan tentang Good Handling Process (GHP). Yaitu bagaimana penanganan pasca-panen yang tepat. Mulai dari proses pemetikan buah, penyortiran, pencucian hingga grading.
"Kami mengajari mereka bagaimana pasca-panennya, agar buah yang dihasilkan maksimal. Salah satunya, kapan saat buah harus dipetik. Ini yang harus mereka ketahui. Selain itu, menunjang pengembangan sentra kawasan jeruk, pemkab juga memberikan bantuan seperti gunting dan keranjang panen," ujarnya.
Tak hanya itu, Pemkab Banyuwangi juga telah membangun packing house (bangsal kemas) untuk petani jeruk. Karena selama ini, petani tidak memiliki tempat khusus untuk menyimpan hasil panen. "Yang kami bantu tidak hanya petani jeruk, tetapi juga untuk buah naga dan produk horti lainnya. Sampai saat ini, sudah ada lima packing house yang kami bangun, yakni di daerah Bangorejo, Muncar dan Siliragung," pungkasnya.