"Mau menginap di sini juga boleh. Ada pondok-pondok gazebo di sini. Hanya saja, di sini tidak boleh berpesta membawa banyak makanan," kata Kadek.
Merdeka.com, Banyuwangi - Tenang dan damai, kata yang tepat untuk menggambarkan suasana di Antaboga, tempat wisata sekaligus beribadah bagi umat beragama. Datang ke Antaboga, pengunjung bakal melihat tempat beribadah semua agama di Indonesia berkumpul di satu area.
Antaboga terletak di kawasan KPH Banyuwangi Barat, Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi. Simbol lima agama mulai dari Hindu, Islam, Katolik, Kristen, Budha, hingga Konghuchu berkumpul menjadi satu di lahan seluas 3 hektare milik perhutani tersebut.
Saat memasuki area Antaboga, pengunjung diharuskan mengenakan pakaian sopan. Tidak diperbolehkan mengenakan celana pendek, dan bagi perempuan yang sedang menstruasi dilarang memasuki area tersebut.
Suasana sejuk bakal dirasakan saat berada di Antaboga, rimbun hutan pinus dan pepohonan besar membuat kawasan ini terasa rindang dan nyaman. Selain jadi tempat beribadah semua agama, Antaboga juga menjadi tempat berwisata hingga tempat pra wedding.
"Kalau mau menginap di sini juga boleh. Ada pondok-pondok gazebo di sini. Hanya saja, di sini tidak boleh berpesta membawa banyak makanan, kalau sekadar nasi kota saja boleh," kata Kadek Beli, salah satu penjaga sekaligus tour guide Antaboga, pekan lalu.
Kadek mengatakan, belum ada catatan sejarah yang menunjukkan sejak kapan Antaboga ada dan dibangun. Dari cerita turun temurun, Antaboga sudah ada jauh sebelum semua agama ada di bumi.
"Antaboga dipercaya sebagai tanah tertua sebelum semua agama ada. Dan di sini menjadi tempat untuk mencari ketenangan," katanya.
Selama ini, pengunjung yang datang ke Antaboga tidak dikenakan tarif tiket masuk. Hanya saja, di setiap simbol agama masing-masing, disediakan kotak untuk berdonasi.
"Tidak ada tarif masuk ke sini. Cuma kalau mau berdonasi untuk perawatan tempat ibadah bisa memasukkan di kotak yang disediakan. Saya aja hanya mengabdi di sini, semua sistemnya relawan, tidak ada yang dibayar dengan jumlah pasti," tukasnya.
Pengunjung yang datang ke Antaboga bisa mencapai 500 orang dalam setiap akhir pekan. Pengunjung berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Para pejabat juga sering datang ke sini," katanya.
Kadek berasal dari Kute, Bali dan beragama Hindu. Selama menjaga, dia ditemani Nari (60) yang beragama Islam. Toleransi terasa kuat, dan bisa memberikan pengalaman tersendiri untuk pengunjung yang datang. "Semua agama masuk ke tempat ini. Saya tidak hanya menjaga tempat ibadah saya sendiri, tapi juga agama yang lainnya," kata Kadek.
Kadek menunjukkan cara kepada setiap pengunjung yang ingin mandi di air tirte (air suci). Tempat tersebut tidak mengenal agama, siapapun kata Kadek, bisa mandi dan berdoa sesuai agama masing-masing.
"Dipercaya bisa menyembuhkan penyakit, berdoa sesuai kepercayaan masing-masing," ujarnya.
Pura Antaboga sebagai tempat beribadah tidak jauh letaknya dengan Patung Dewi Kwam Im untuk umat beragama Budha. Sementara di seberangnya sekitar 20 meter, terlihat patung Bunda Maria dan Yesus yang dibangun terpisah tidak jauh. Termasuk musolla untuk tempat ibadah umat muslim.
"Ini mulanya yang membangun patung Bunda Maria dari umat Hindu, kemudian yang lain dibangun oleh agamanya masing-masing," katanya.
Antaboga dalam mitologi Bali, disebut sebagai dewa ular raksasa yang hidup didasar bumi. Dia dikisahkan dalam permulaan bumi diciptakan. Ada juga yang menyebut, Anta sebagai tempat dan Boga yang berarti makan. "Jadi, tempat makan. Kalau kita capek, remek ya cari ketenangannya di sini," tuturnya.