Lomba melukis dan mewarnai ini mengambil tema 'Menanamkan Nilai Seni Budaya Tradisional Kepada Generasi Pelajar'.
Merdeka.com, Banyuwangi - Siang itu, anak-anak TK sampai tingkat SMP berkumpul di Pendopo Museum Pelinggihan Blambangan untuk berlomba melukis dan mewarnai. Lomba tersebut diadakan oleh Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata (Disbudpar) Banyuwangi, bekerja sama dengan Sanggar Seni Rupa Tawangalun dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Lomba melukis dan mewarnai ini mengambil tema 'Menanamkan Nilai Seni Budaya Tradisional Kepada Generasi Pelajar'. Acara dimulai pukul 08.00 sampai 13.00 WIB.
Menurut Kepala Bidang Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banyuwangi Kholiqul Ridho, acara tersebut merupakan bentuk sinergi antara pusat dan daerah untuk menanamkan nilai-nilai budaya tradisional kepada para pelajar sejak dini.
"Banyuwangi ini punya program, dimana kementerian juga punya program sama. Jadi pusat sama daerah kerja sama, bersinergi. Banyuwangi coba menawarkan lomba lukis dan mewarnai, bagaimana kita memberi asupan budaya kita," tuturnya kepada Merdeka Banyuwangi, Minggu (17/4)
Di sisi lain, Kasubid Senirupa Direktorat Kesenian Kemendikbud, Pustanto, usai membuka acara lomba mengatakan kebudayaan tradisional saat ini sangat penting untuk ditanamkan kepada generasi muda. Sebagai pondasi menghadapi budaya global.
"Budaya global ini kan tidak bisa dihindari, televisi, handphone. Tugas kita memberi penguatan. Suguhane yang tradisional, bukan Lady Gaga. Itu untuk generasi kita," ujarnya.
"Melalui kebudayaan untuk membangun wilayah Banyuwangi dengan baik dan benar. Kami siap gotong royong dari pusat. Mengajak bersama-sama menyelamatkan Budaya Banyuwangi. Melalui anak anak, adik-adik kita. Hari ini akan kita suapi hal-hal berbau budaya. Ini akan kita petik 5 atau 10 atau 20 tahun mendatang," ujarnya.
Terkait penanaman nilai seni budaya tradisional, Pustanto menambahkan, anak-anak harus dibiarkan sesuka hati. Ingin melukis dan mewarnai dengan warna apa. Orangtua yang mendampingi tidak boleh ikut campur.
"Sebenarnya kita ingin menanamkan kebebasan. Anak memilih warna merah, hijau itu kan pakai rasa. Bila ada daun dikasih warna merah ya biarkan saja. Kalau orangtuanya bilang ow yang benar warna hijau, itu tidak boleh. Jadi tidak boleh ada intervensi," terang Pustanto.
Melukis dan mewarnai hasil ekspresi sendiri
Dari pantauan Merdeka Banyuwangi, anak-anak ada yang menggambar gandrung dan menggambar alam. Juri lomba lukis sekaligus penanggung jawab pelaksana, Ilham Madinagoro, mengatakan kategori penilaian lebih ditekankan pada spontanitas, kreativitas dan orisinalitas.
"Untuk mewarnai, yang penting kerapian, komposisi warna dan terakhir kreativitas. Kalau yang melukis. Satu orisinalitas, kalau kami yang sudah biasa, gambar yang nyontoh sama tidak saya sudah tahu. Dunia anak sudah memahami betul. Kebetulan saya guru. Kalau ada kemauan orangtua nanti kelihatan," tuturnya.
Dia juga mengatakan yang paling penting dari karya anak-anak tersebut yakni spontanitasnya. Sama-sama mewarnai, kata dia, masing masing dari anak pasti ada perbedaan. "Itu soal rasa, tiap manusia berbeda beda. Arahnya ke sana," terang pria yang juga menjadi penasihat Sanggar Seni Rupa Tawangalun ini.
Diakhir acara, Ilham mengumumkan para pemenangnya. Juara 1 mewarnai diraih oleh Bagus Panji Wiratama, SDN 1 Genteng; Juara 2 Ikhsan Akbar dari MIN Sobo; Juara 3, Liana dari TK Santa Maria Banyuwangi; Juara Harapan 1 Jonathan Al Qiano dari TK Islam Rahmatullah; Juara Harapan 2, Raden Ayu Syifa Mustika dari MI Thoriqunnajah, Glagah.
Sedangkan untuk juara melukis; Juara 1 diraih oleh Raden Triatama MD SMPN 5, BWI; Juara 2 Valisa, SDK Santa Maria Banyuwangi; Juara 3 Rafika R SMPN 2 Rogojampi. Harapan 1 Amelia SD Muhammadiyah Banyuwangi dan harapan 2 Siti Aisyah SMPN 5 Banyuwangi.
Dari daftar peserta mulai dari tingkat TK sampai SMP di Banyuwangi, peserta melukis ada 50 anak. Sedangkan untuk peserta mewarnai ada 81 anak.