"Dengan wisata ini kan anak-anak mulai datang ke laut, sementara dulu kalau tidak ada wisata, mungkin cuma nelayan yang ke laut," kata Anas.
Merdeka.com, Banyuwangi - Memperingati Hari Nelayan Nasional, Kelompok Nelayan Samudera Bakti, di Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur menggelar serangkaian kegiatan mulai Rabu (4/4), hingga Jumat (6/4). Salah satunya pagelaran Tari Gandrung di bawah laut oleh 12 penari wanita dan 8 laki-laki pembawa umbul-umbul.
Mereka segera menyelam setelah Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menekan tombol sirine penanda start kegiatan. Dibantu 5 orang anggota tim penyelamat, mereka beraksi dengan panduan bunyi ketukan kenong, kluncing dan gong yang dimainkan 5 pemusik.
Anas sendiri mengatakan Tari Gandrung di bawah laut menjadi salah satu inovasi kampanye budaya dan konservasi laut. Dengan pengembangan pariwisata di pantai dan pulau-pulau kecil, anak-anak menjadi kenal laut.
"Dengan wisata ini kan anak-anak mulai datang ke laut, sementara dulu kalau tidak ada wisata, mungkin cuma nelayan yang ke laut," kata Anas.
Dia melanjutkan, dengan begitu pengenalan pentingnya laut dan upaya konservasi menjadi lebih mudah dilakukan. Selain Underwater Festival, ada juga Fishing Festival yang akan digelar Sabtu (7/4), di pantai Grand Watudodol (GWD) Banyuwangi.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), M Zulficar Mochtar mengapresiasi upaya konservasi di Kabupaten Banyuwangi. Di Bangsring sendiri upaya konservasi kelompok nelayan setempat mulai tahun 2008, hingga kini memiliki 15 hektare laut yang dilindungi dan tidak boleh dilakukan penangkapan ikan sama sekali.
Dia mengatakan kesertaan masyarakat dalam upaya bersama menjaga kelestarian laut menjadi penilaian positif yang belum banyak terjadi di daerah lain.
"Transformasi dari pengebom ikan, menjadi konservasi, menjadi tempat wisata ini luar biasa yang dicontohkan dan didemonstrasikan di Banyuwangi. KKP siap berkolaborasi untuk pengembangan lebih lanjut," kata Zulficar.
Salah satu penari, Mega Zalzalah asal Banyuwangi mengatakan tantangan terbesar adalah arus bawah air. Kesulitan tidak muncul saat menggerakkan tangan, kipas atau selendang, melainkan saat berpindah dan mempertahankan posisi.
"Saat lepas nafas badan naik ke atas, saat narik nafas badan turun ke bawah. Jadi waktu melepas nafas dilakukan pelan-pelan biar badan nggak naik," kata Mega.
Peserta lain, Salsabila Efani menceritakan sejak Februari mereka berlatih seminggu sekali dangan praktik di bawah air laut 2 kali. Dia mengatakan berbagai perlengkapan tari sudah disesuaikan, misalnya kipas dan omprog diikat dan sampur atau selendang tari yang diberi timbal pemberat.
"Excited banget, belum pernah menari. Di darat enggak pernah nari, disuruh nari di air," kata gadis asal Sukabumi itu.
Mereka merupakan mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya (UB) Malang yang sudah memiliki sertifikat selam laut. Mereka menari Gandrung di kedalaman sekitar 6 meter laut selama 10 menit.
Selain menari Gandrung, Kelompok Nelayan Samudera Bakti juga menggelar Lomba Underwater 3D Map untuk kalangan mahasiswa, penulisan karya ilmiah konservasi laut, pelepasan tukik, penanaman cemara laut, hingga bersih-bersih dasar laut.