Selain di Banyuwangi, Damanuri sekaligus menjual dagangannya hingga ke Pulau Bali.
Merdeka.com, Banyuwangi - Ritual kebo-keboan di Desa Alas Malang KecamatanS ingonjuruh dan Desa Aliyan Kecamatan Rogojampi merupakan tradisi nenek moyang dari ratusan tahun lalu yang dilaksanakan hingga hari ini. Hal tersebut menjadikan kebo-keboan sebagai salah satu ciri khas kota Banyuwangi.
Hal tersebut memacu para pengerajin topeng kertas untuk membuat kerajinan berupa karakter yang bernilai jual. Seperti kerajinan topeng kertas garapan warga Banyuwangi, Damanuri (55).
Biasanya Damanuri akan menggambar terlebih dahulu ikon karakter yang akan dijadikan topeng. Proses selanjutnya adalah pencetakan semen dengan bentuk karakter yang telah digambar sebelumnya. Seperti karakter kebo-keboan, barong, garuda dan pewayangan.
Semen yang telah berbentuk karakter tersebut selanjutnya ditempeli dengan kertas atau kain dan diberi lem dari tepung kanji. Selanjutnya kertas yang telah diberi lem tersebut dikeringkan di bawah terik matahari dalam rentang waktu sekitar setengah jam.
"Jadi saya nyarikan gambar ini sekalian jalan-jalan, langsung lukis lalu buat cetakan (semen). Setiap acara kebo-keboan saya selalu ke sini dan bawa topeng kebo dan pecut (cambuk yang terbuat dari tali rafia)," kata Damanuri kepada Merdeka Banyuwangi, Minggu (2/10).
Dalam sehari ia mampu membuat 40 topeng kosongan atau yang belum diberi warna. Sedangkan proses pemberian warna biasanya memakan waktu dalam tiga hari.
Selain di Banyuwangi, Damanuri sekaligus menjual dagangannya hingga ke Pulau Bali. Di sana ia berjualan keliling dari desa ke desa ketika festival adat berlangsung. Per topeng dipatok dengan harga Rp 25 ribu hingga Rp 30 ribu.
"Saya kalau di Bali ya buat wayang (karakter) Bali. Kalau di Jawa ya buat karakter sini," jelasnya.