1. BANYUWANGI
  2. PROFIL

Dedy Mizwar, penyandang tuna netra yang pintar mendongeng

Kemampuannya membawa Deddy meraih juara nasional.

©2017 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Rabu, 10 Mei 2017 20:04

Merdeka.com, Banyuwangi - Dedy Mizwar (14) siswa penyandang tuna netra asal SDLB A Negeri Kelurahan Mojopanggung, Kecamatan Giri, Kabupaten Banyuwangi menjadi juara mendongeng tingkat nasional pada tahun ini. Meski kondisi Dedy mengalami tuna netra, dia dinilai memiliki bakat yang kuat dalam menggambarkan suasana cerita.

Siswa asal Kota Situbondo memang pernah bisa melihat hingga usia enam tahun. Namun perlahan penglihatannya berangsur menurun.
 
Dari pengalamannya pernah melihat, Dedy bisa tahu bagaimana bentuk-bentuk hewan seperti sapi, ayam, burung, kambing dan beberapa hewan di sekitar rumahnya.

Kekuatan mendongeng Dedy yang membawanya menjadi juara nasional, salah satunya karena memiliki suara lantang, gerakan teatrikal dan bisa meniru beragam suara hewan. Sehingga, narasi cerita yang dibawakan bisa menggambarkan suasana bagi para pendengar.

"Waktu itu saat masih kecil, sering diajak bapak ke sawah seperti mengusir burung yang makan padi, dan setiap tanam jagung diajak mengusir babi, karena dekat hutan," ujar Dedy beberapa waktu lalu menceritakan pengalamannya saat dia masih bisa melihat.
 
Saat ditemui, Dedy coba menunjukkan bagaimana dia mendongeng di hadapan teman-teman satu kelasnya. Kelas Dedy, berisi Anak-anak penyandang tuna netra dan penyandang tuna daksa. Dia membawakan nashkah dongeng dengan lantang, berjudul "Kisah Seekor Serigala dan Ayam", dan " Bangau Mati Karena Keserakahannya". Suara-suara Ayam, kambing, serigala, sapi, bisa dia tiru dengan sangat percaya diri.

"Nah teman-teman jangan ikuti karakter Bangau ya, serakah. Akhirnya bangaunya mati karena serakah itu," jelas Dedy kepada teman-temannya.

Saat ditanya cita-cita, Dedy ingin menjadi seorang guru seni. Sementara ini, dia juga mempelajari bagaimana membuat dan membaca puisi. "Karena seni adalah semangat hidup saya," ujar penyuka kuliner sego tempong ini.

Sementara itu, Kepala Sekolah SDLB A Negeri Banyuwangi, Aftal Fadloli menjelaskan Dedy memang sudah sering meraih juara mendongeng. Pada tahun 2015 juara tingkat Kabupaten Banyuwangi, kemudian tahun 2016 meraih juara tingkat provinsi.

"Waktu lomba tingkat nasional, peserta lainnya harus pakai bantuan microfon. Saya bilang ke dia, kamu harus siap tanpa pengeras suara. Waktu itu di Surabaya, aulanya besar, dan dia lantang bicaranya," ucapnya bangga.

Selain pintar membacakan naskah dongeng, Dedy juga suka membaca dan membuat naskah puisi. Pengalamannya, dia uraikan dalam sajak untuk direkam dan ditulis ulang melalui fasilitas cetak tulisan huruf braille di sekolahannya.

Dedy sudah memiliki naskah puisi berjudul "Aku Anak Negeri", "Saya Banga Menjadi Anak Negeri Indonesia", "Keagungan Tuhan" dan "Cinta Lingkungan". "Saya menciptakan puisi sendiri, dibantu guru. Buatnya diwaktu merenung, apa yang ada di benak saya," ujarnya.

Puisi anak negeri, kata Dedy, berceritanya tentang seorang tuna netra yang memiliki pengalaman ditakuti dan dijauhi orang lain, karena tidak bisa melihat. Pengalamannya ini, lantas dia tulis dalam sebuah puisi. "Dan dia memohon diberi kesempatan, karena juga punya cita-cita," tuturnya.

Selain itu, Dedy juga ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada Presiden Jokowi yang mau memperhatikan para penyandang disabilitas. Mulai dari program perbaikan fasilitas publik dan transportasi yang ramah bagi penyandang disabilitas serta hak-hak lain seperti kesetaraan peluang bekerja di sektor formal.

"Saya berterimakasih kepada Pak Jokowi yang sudah mau memperhatikan nasib kami," ujar Dedy.

Meski trotoar di lingkungan sekolah Dedy sudah ramah bagi penyandang disabilitas, Aftal Fadloli Kepala Sekolah SDLB A Negeri Banyuwangi, masih khawatir karena murid-muridnya banyak yang harus berjalan dan menyeberang jalan setiap berangkat-pulang dari asrama.

"Saya sering khawatir, karena jalan ramai. Tapi Anak-anak sudah saya bekali, kalau di jalan harus pakai tongkat. Karena mereka tinggal di asrama 300 meter dari sekolah, jalan kaki," ujarnya.

(MH/MUA)
  1. Kisah Inspiratif
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA