"Selain menjadi tempat kegiatan, Poliwangi juga menyertakan 10 mahasiswa untuk ikut dalam kegiatan ini," kata Naris.
Merdeka.com, Banyuwangi - Sebanyak 60 orang mahasiswa dari 14 kampus di Indonesia dan Korea Selatan melakukan pengabdian masyarakat di 4 unit usaha kecil di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Mereka diterjunkan dalam 10 kelompok untuk menemukan masalah dan memberikan solusi pada masing-masing usaha itu.
Humas Politeknik Negeri Banyuwangi (Poliwangi) Wahyu Naris Wari mengatakan mereka mendapatkan waktu selama 2 minggu untuk lakukan analisa, pembuatan alat, pemasangan, hingga mempresentasikannya dalam
konferensi hari ini, Jumat (10/8). Konferensi yang digelar di aula Poliwangi ini juga dihadiri beberapa profesor dalam negeri, dan luar negeri seperti Maroko, Portugal dan Turki.
"Selain menjadi tempat kegiatan, Poliwangi juga menyertakan 10 mahasiswa untuk ikut dalam kegiatan ini," kata Naris.
Bermacam alat telah mereka buat seperti pengering sekaligus penyimpan bilah bambu, dan pelentur bilah bambu agar mudah dibuat lingkaran. Ada juga yang membuat wadah penjemuran, pemilah ukuran, hingga penumbuk kopi. Untuk pelaku usaha makanan olahan mereka membuat alat pembagi adonan kue, kereta dorong yang bisa atasi lantai yang tak rata atau berlapis, hingga alat pelumat tape singkong yang merupakan bahan pembuatan bolu ‘klemben’.
Alat pelentur bilah bambu mendapatkan tanggapan yang paling bagus karena betul-betul membantu pembuatan kerajinan di Desa Gintangan, Kecamatan Blimbingsari. Di usaha kerajinan itu, hanya ada 1 orang yang bisa melenturkan bilah bambu, sedangkan usianya telah lanjut.
"Kami ingin membuat alat yang mampu melenturkan bambu yang lebih efektif dan efesien. Inspirasinya dari mesin bending besi untuk membengkokkan besi, kita terapkan di sini," kata Fauzan Al-Maghribi, Mahasiswa Universitas Telkom Bandung.
Dia juga menjelaskan, secara manual pengrajin menggunakan lutut untuk melenturkan, maksimal 2 bilah bambu. Sedangkan menggunakan Rolling Bamboo Machine (Robachine) buatan mereka, semua orang bisa mengerjakan sekaligus 4 bilah bambu tanpa menggunakan lutut mereka.
Robachine terdiri dari 3 laher dipasang di atas papan hingga membentuk segitiga dimana ada rongga di tengahnya yang cukup untuk masuk bilah bambu. Bilah bambu yang dimasukkan secara miring akan berbelok ke kanan saat tuas penggerak laher diputar. Gilasan laher memaksa bilah bambu membentuk lengkungan, tapi tidak hancur karena rongga yang diberikan.
"Karena bahannya dari besi, alat ini akan awet. Bisa digunakan terus hingga 10 tahun," kata anggota tim Fantastic Six ini.
Kegiatan pengabdian masyarakat ini merupakan bagian dari proyek Beyond Engineering Education (BEE) yang digagas Profesor Youngbong Seo dari Pusan National University, Korea. Rangkaian kegiatan dikemas dalam program Creative Station 2018.
Hariyono, pengelola komunitas kopi Lerek Gombengsari (Logo) mengaku beberapa inovasi yang diterimanya dalam program ini sangat menarik, terutama untuk edukasi wisatawan.
"Misalnya penumbuk kopi dengan tenaga pedal, wisatawan akan senang bila bisa praktik menumbuk kopi dengan cara seperti bersepeda itu," kata pria yang kerap disapa Ha’o itu.
Dia mengatakan alat penjemur kopi, pemilah kopi berdasarkan ukuran, sampai penumbuk kopi yang telah disangrai belum bisa langsung digunakan dalam industri. Alasannya daya tampung yang kurang. Pihaknya
mengeluarkan hingga 1 ton kopi saat menjemur, begitu juga pemilah kopi berdasarkan ukuran dan penggilingan kopi yang bahkan dia sudah memakai mesin.
"Penjemuran yang dibuat adik-adik mahasiswa bisa menampung sekitar 20 kilogram per alat. Sedangkan kami sekali menjemur ratusan kwintal hingga 1 ton. Jadi akan kita manfaatkan sebagai alat edukasi," katanya.