Selama menjaga perlintasan, Siswandi tidak pernah mengharapkan dapat imbalan dari PT KAI.
Merdeka.com, Banyuwangi - "Lima belas menit lagi ada kereta Probowangi mau melintas," Itu kata-kata yang diucapkan Siswandi kepada Merdeka Banyuwangi, saat hendak mengambil foto kereta api yang melintas di Lingkungan Sukorojo, Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Glagah, Banyuwangi.
Siswandi (40) adalah tukang cukur yang juga menyambi menjadi penjaga perlintasan kereta api secara sukarela di kawasan tersebut. Awalnya Siswandi membuka jasa cukur rambut di rumahnya pada 2006. Jarak tempat usahanya dari perlintasan kereta api sekitar 10 meter. Selama menjalankan usahanya itu, ia mengaku merasa tak tenang. Lantaran jalur kereta api itu cukup aktif namun tak memiliki palang pintu serta tak ada petugas PT Kereta Api Indonesia yang menjaganya, sedangkan lalu lalang kendaraan di wilayah itu cukup padat.
Apa yang ditakutkan Suwandi, nyatanya benar terjadi. Puncaknya terjadi pada tahun 2008, saat ada angkutan umum tertabrak kereta api yang melintas. "Untung tidak ada korban jiwa, soalnya pas itu tidak ada penumpang yang duduk di bagian sisi kiri mobil angkutan. Alhamdulillah, Sopirnya juga tidak apa-apa," kenang Siswandi.
Sejak kejadian itu, Siswandi mulai menyisihkan uang dari keuntungan mencukur rambut untuk membeli speaker sirine dan lampu rotary. Hal ini dilakukan Sebagai penanda kepada pengguna jalan raya akan ada kereta api yang melintas. "Saya buat sirine ini sukarela. Dana yang saya gunakan kurang lebih Rp 1,5 juta. Harga lampunya aja Rp 400 ribu, speaker Rp 150 ribu, belum pipa, kabel, ngelas papannya. Dulu sirinenya cuma satu. Alhamdulillah mulai tahun 2015 bisa terkumpul, sudah dua speaker sirinenya plus lampu rotary," jelas pria kelahiran 1976 ini.
Untuk jadwal kereta api yang melintas, Siswandi mengaku mendapat jadwal tersebut dari salah seorang pelanggannya yang bekerja di Stasiun kereta api. "Jadwal ini saya dapat dari teman yang kerja di stasiun, dia pelanggan cukur di tempat saya. Nanti kalau ada perubahan jadwal saya minta lagi," ujarnya.
Jadwal perlintasan kereta api, dia tempel di samping ruang kerja mencukurnya. Begitu pula dengan saklar speaker sirine dan lampu rotary, juga dia tempel di samping kanan bagian atas ruang cukurnya. Sekitar 5 menit sebelum kereta melintas, Suwandi sudah memencet saklar speaker sirine dan lampu rotary. Dengung bunyi speakernya serupa sirine mobil ambulance. Satu per satu pengendara yang akan melintas terlihat berhenti meski tanpa plang pembatas. Sedangkan Siswandi sendiri kembali melanjutkan aktivitas mencukurnya dengan tenang, sambil menunggu kereta usai melintas.
“Mereka sudah paham, kalau sudah bunyi pasti berhenti. Tapi ya tetap saja ada yang kadang yang menorobos, ya ada. Tapi yang penting saya sudah memberi peringatan,” katanya disela aktivitas mencukur rambut.
Dalam sehari ada 18 kereta api yang melintas di perlintasan itu. Namun dari sekian banyak kereta api yang melintas, dia seringkali tidak mengetahui bila ada perubahan jadwal, terutama untuk jenis kereta barang. Oleh karena itu ia berencana membeli Handy Talky (HT) agar bisa berkomunikasi dengan penjaga lintasan atau stasiun terdekat. Sebagai antisipasi bila ada informasi dadakan kereta api yang akan melintas.
Selama menjaga perlintasan, Siswandi tidak pernah mengharapkan dapat imbalan dari PT KAI. Menurutnya hidup hanya sekali, setidaknya bisa berguna bagi orang lain. “Ya hidup hanya satu kali, jadikan hidup yang berarti agar bermanfaat untuk orang lain,” kata dia.
Selama menjaga perlintasan kereta api, Siswandi sering dibantu istri dan anaknya. Ruang cukur dengan nama Fajar Barber Shop milik Siswandi ini buka mulai pukul 07.00 – 22.00 WIB.