"Saya merasa like a queen. Bajunya panjang dan cukup berat, tapi saya sangat senang bisa merasakan langsung di sini," ujar Arzu.
Merdeka.com, Banyuwangi - Arzu Muradova sejak pagi bersiap-siap untuk berdandan pakaian Ratu Kencono Wungu, salah satu putri dari Kerajaan Majapahit. Kali ini dia bakal menjadi duta pariwisata di Banyuwangi melalui sesi fotografi di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Kabupaten Banyuwangi.
"Saya merasa like a queen. Bajunya panjang dan cukup berat, tapi saya sangat senang bisa merasakan langsung di sini," ujar Arzu, beberapa waktu lalu.
Arzu merupakan satu dari 13 mahasiswa yang mengikuti program Beasiswa Seni Budaya Indonesia (BSBI) di Kabupaten Banyuwangi selama 3 bulan. Selain Arzu, masih ada 12 mahasiswa lainnya yang berasal dari 11 negara, seperti Jepang, Bulgaria, Fiji, Timor Leste, Singapura, Thailand, India, Kamboja, Benin, termasuk Indonesia.
Selama empat tahun Arzu telah belajar bahasa hingga seni budaya Indonesia di negaranya Azerbaijan. Saat berada di Azerbaijan, Arzu juga sering tampil membawakan tarian tradisional Indonesia dalam pagelaran tahunan Tari Kemerdekaan di negaranya. Beberapa tarian yang dia tampilkan seperti tari Kecak, Saman dan tarian Piring.
"Selama ini belajar tentang Indonesia di Azerbaijan, sering tampil di sana, di acara Tari Kemerdekaan. Dan Ini pertama kali saya di Indonesia," kata Arzu bangga.
Arzu menempuh pendidikan di Azerbaijan University of Language dan mengambil konsentrasi di Hubungan Internasional Kajian Kawasan Indonesia. Saat mendengar ada program beasiswa BSBI dari Kemenlu Indonesia, Arzu langsung tertarik untuk mendaftar dan lolos.
Saat terbang ke Indonesia, Arzu ditempatkan untuk belajar di Banyuwangi, bersama 12 teman-temannya dari berbagai negara. Para mahasiswa mancanegara ini sampai di Banyuwangi pada 1 April hingga Juni 2018 nanti. Tidak jauh dari bayangan awalnya, bahwa budaya di Indonesia sangat beragam dan memiliki kisahnya masing-masing. Arzu mengatakan, dibandingkan di negaranya, kebudayaan Indonesia jauh lebih kaya.
"Budayanya sangat warna warni, berbeda-beda, setiap baju tradisional, ada makna, ada story. Di Azerbaijan ada seni, tapi sedikit. Ada tarian Sarizari, tarian Naz Eleme dan tarian Lezginka," katanya. Saat pertama sampai di Banyuwangi, Arzu mengenakan pakaian khas Azerbaijan bernama Kelagayi dan Araxcin.
Arzu, mencintai seni budaya Indonesia berawal dari hal sederhana. Dia menilai banyak warga di Azerbaijan yang bisa berbahasa Inggris dan Turki. "Tapi Bahasa Indonesia hanya sedikit yang tahu, itu yang bikin saya mempelajari, setelah kembali ke Azerbaijan nanti, saya akan mengajari budaya Banyuwangi yang saya pelajari," katanya.
Mahasiswa BSBI di Banyuwangi lainnya, Sorif Awaekuechi asal Thailand punya pengalaman yang berbeda tentang Indonesia. Sebagai negara yang masih satu rumpun dari kawasan Asia Tenggara, Sorif tidak menemukan banyak perbedaan.
"Saya tidak kaget dengan kuliner di sini, rasanya sama saja. Sebelum ke Indonesia, saya sudah banyak baca tentang Indonesia, banyak pulau," kata Sorif. Saat itu, Sorif mengenakan baju pengantin Kedaton Wetan khas Banyuwangi, yang menggambarkan keagungan kerajaan di Timur Jawa.
Saat pulang ke negaranya Thailand nanti, Sorif mengaku bakal mengajari seni budaya Banyuwangi kepada para mahasiswa di negaranya. "Saya ikut program ini awalnya ingin tahu tarian Indonesia seperti apa. Setelah ini saya akan kembali ke kampus untuk memberitahu, mengajarkan ke grup. Saya sudah belajar tarian Gandrung, belajar musik Gamelan dan tarian Jaran Goyang," katanya.
Sementara itu, Yui Moriya, Mahasiswa Chuo University di Tokyo, Jepang, juga punya cerita berbeda saat menjadi peserta BSBI di Banyuwangi. Yui tertarik mengikuti program BSBI ke Indonesia setelah mendapatkan rekomendasi dari profesor di kampusnya. "Profesor saya menyarankan untuk ikut, karena saya seorang penari, meski belum profesional," katanya.
Dari profesornya, Yui mendapatkan gambaran tentang Indonesia yang berbeda dengan Jepang. Di Indonesia, memiliki agama, budaya dan tradisi yang beragam. "Profesor saya telah meneliti di Indonesia selama dua tahun. Kalau saya di Banyuwangi sangat suka dengan tarian gandrung," kata perempuan yang mengambil jurusan Politik and Culture Studies di kampusnya ini.
Selama di Banyuwangi, Yui merasakan rindu dengan makanan Miso yang ada di Jepang. Setelah kembali ke negaranya nanti, dia bakal tampil dalam acara Indonesia Festival di Jepang. "Ada acara Indonesia festival di Jepang setahun sekali, saya akan mengajari mereka setelah belajar dari sini," ujarnya.
BSBI merupakan program beasiswa oleh Kemenlu yang menjadi mahasiswa berpotensi dari seluruh dunia untuk mempelajari budaya Indonesia. Tahun ini terdapat 77 peserta dari 66 negara yang ditempatkan di Indonesia seperti Jogjakarta, Bali, Balikpapan, Padang, Makassar dan Banyuwangi.
Selama di Banyuwangi, para mahasiswa program BSBI belajar di sanggar seni Sayu Gringsing. Mereka belajar mulai dari Bahasa Using, tari, musik hingga tata busana.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyampaikan terima kasih kepada kementerian yang telah memilih Banyuwangi sebagai tempat belajar. Dampak jangka panjangnya, para mahasiswa tersebut bakal menjadi duta seni budaya tentang Banyuwangi di negaranya masing-masing.
"Ini salah satu cara yang efektif untuk mengenalkan Indonesia kepada dunia. Mereka merupakan mahasiswa terpilih, tentu memiliki potensi besar untuk membagikan pengalaman belajarnya selama di Indonesia," kata Anas.