Kemiripan Barong Kemiren dan Bali, juga dikait-kaitkan dengan cerita pertarungan dua bangsawan sakti asal Blambangan dan Pulau Dewata.
Merdeka.com, Banyuwangi - Ini Barong Kemiren, kesenian kuno asal Banyuwangi, Jawa Timur, yang melegenda sejak Abad XVI. Kesenian adat Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, ini juga disebut Barong Using atau Osing, karena seni pertunjukan rakyat ini berasal dari Desa Kemiren, sebuah perkampungan asli Suku Osing.
Seni Tari Barong Kemiren diawali lagu Jawa berisi petuah: "Kanti bejik, sowan niro ing ngarsane wong. Kang parogo kanti ing ngarsaning sun, bocah ksatriyo Alas Purwo. Kang jejeg kang Sinantrio Sejati, ayo wangsulono kanjeng kang ngendiko, ayo Raden Bagas Koro (wujud harimau hijau yang menjelma manusia) wangsulono ...."
Barong Kemiren, mirip kesenian barong di Pulau Dewata. Bedanya, ukuran yang di Bali lebih besar dan tak bersayap. Kesamaan ini, diperkirakan karena faktor kedekatan dan kultur saling mempengaruhi dalam sejarah hubungan Bali dan Banyuwangi.
Kemiripan Barong Kemiren dan Bali, juga dikait-kaitkan dengan cerita pertarungan dua bangsawan sakti asal Blambangan dan Pulau Dewata, yaitu Minak Bedewan dan Alit Sawong, yang masing-masing berubah wujud sebagai harimau dan burung garuda raksasa.
Versi lain menyebut, Barong Kemiren berasal dari Negeri Tirai Bambu, China, yang masuk ke Tanah Jawa pada zaman Majapahit. Anggapan ini, karena Barong Kemiren mirip Tari Barongsai yang berkembang di zaman Dinasti Tang, Abad VII hingga X.
Sekilas, meski tak menggunakan alat musik terompet, alunan musik Tari Barong Kemiren juga mirip Tari Kuda Lumping dan Reog Ponorogo. Barong Kemiren sendiri, diperankan dua orang; satu di bagian kepala, satunya lagi di bagian ekor seperti Barongsai.
Meski ada banyak kemiripan dengan barong-barong daerah lain, Barong Kemiren memiliki ciri tersendiri, yaitu khas Osing. Baik irama musiknya, dialog, tari maupun ceritanya yang banyak berkisah tentang asal-muasal Desa Kemiren.
Generasi keenam Barong Kemiren, Sucipto, juga membantah kemiripan-kemiripan itu. Karena sejarah lahirnya barong di Kemiren berbeda dengan daerah lain. Kata bapak dua anak ini, Barong Kemiren berkaitan dengan Mbah Buyut Cili, tokoh pendiri Desa Kemiren.
Konon, saat Buyut Cili muksa (lenyap), Desa Kemiren diserang bageblok atau wabah penyakit. Lalu, melalui petunjuk gaib, Buyut Cili memerintahkan Mbah Sapuah, yang ikut mendirikan Desa Kemiren, segera membuat barong untuk mengusir wabah penyakit.
"Lalu oleh Mbah Sapuah dibuatlah dua barong, satu bentuk barong satu harimau hijau. Kemudian digelar ritual barong di hari kedua Hari Raya Idul Fitri, untuk mengusir bageblok itu. Dan ternyata memang benar, bageblok hilang dari Desa Kemiren," terang Sucipto pada Merdeka Banyuwangi beberapa hari lalu.
Dalam pertunjukan Barong Kemiren, lanjut dia, juga menampilkan atraksi Tarung Ayam-ayaman sebagai simbol kemenangan, kemudian ada Tari Jejer Gandrung, Jaranan Buroh dan Jaran Goyang.
Gending pengiring barong, lanjut Sucipto, terdiri dari gamelan, kendang, kecrek, gong, ketuk, kluncing, kembang jeruk, prejengan dan kopyahan serta alat musik tradisional lainnya. "Gending pengiring, sarat petuah kehidupan. Musiknya rancak seperti orang bertarung sebagai simbol kebersamaan," ucap suami Kholilah ini.
Saat tradisi ider bumi atau ruwat desa, Pertunjukan Seni Barong Kemiren digelar. Ritual ider bumi di Desa Kemiren, biasanya dilakukan di hari Senin atau Jumat, tanggal pertama di Bulan Haji (Idul Adha).
Pesta rakyat secara turun-temurun ini juga menggelar tradisi tumpeng dengan menyuguhkan makanan khas Kemiren, yaitu pecel pitek (ayam). Makanan ini, terdiri dari ayam kampung yang sudah dipanggang, dicampur bumbu parutan kelapa super pedas.
Dalam perkembangannya, Tari Barong Kemiren juga kerap dipertontonkan saat ada pesta hajatan seperti sunatan, pernikahan, hingga menyambut tamu negara. Bahkan, juga kerap dipentaskan pada acara-acara seni dan budaya di Banyuwangi.