1. BANYUWANGI
  2. SENI DAN BUDAYA

'The Waterfall Plunged In To The Abyss' pukau penonton di Banyuwangi

Penampilan seni ini hasil kerja sama antara STKW bersama Pemkab Banyuwangi dan Australia Council For The Arts.

Teatrikal 'The Waterfall Plunged In To The Abyss'. ©2016 Merdeka.com Reporter : Mohammad Taufik | Sabtu, 10 Desember 2016 12:04

Merdeka.com, Banyuwangi - Gelanggang Seni Budaya ( Gesibu) di areal Taman Blambangan Banyuwangi, Jumat (10/12) malam dipadati ratusan orang. Mereka tampak terpukau dengan aksi teatrikal para seniman muda dalam art performing-nya 'The Waterfall Plunged in to the Abyss ( air terjun jatuh ke palung)'.

Perasaan penonton seolah teraduk-aduk menyaksikan pementasan tersebut. Sesekali mereka berteriak karena dentuman jidor, alat musik khas Banyuwangi yang ditabuh dengan rancak. Permainan jidor itu ditingkahi dengan permainan terompet dibawakan oleh seorang bule. Kemudian permainan kuntulan pun ikut dimainkan .

Di detik berikutnya, penonton tampak ternganga dan bertepuk tangan melihat aksi panggung yang menampilkan gerak enerjik para penarinya. Ditambah dengan permainan lampu yang menyorot panggung dengan warna-warni yang dramatis. Sementara layar besar yang menjadi latar bagi para penari tak henti menampilkan gambar-gambar hidup mulai dari api, air terjun, ombak laut, percikan air hujan, bulan, hingga orang yang sedang menari. Gambar-gambar tersebut semakin memperkuat isi dari cerita yang ditampilkan.

Suksesnya pementasan yang merupakan kerja bareng antara Sekolah Tinggi Kesenian Wikwatikta (STKW) Surabaya dengan Pemkab Banyuwangi dan Australia Council for The Arts tersebut tak lepas dari campur tangan seorang Bambang N. Karim. Bambang yang akrab dipanggil 'Mas B' adalah seniman Indonesia yang lama tinggal di Australia. Berkat tangan dinginnya, Mas B berhasil membuat karya besar yang melibatkan para seniman senior dan junior sekaligus. Yang membanggakan, sejumlah seniman lokal Banyuwangi seperti maestro Sahuni, Supinah dan Subari turut memegang andil dalam karya seni tersebut.

Mas B mengatakan, ide cerita ini berawal dari inspirasinya akan air terjun. Baginya, air terjun bercerita tentang waktu. "Saya mencari-cari berkeliling Indonesia, dimana tempat yang paling cocok yang menjadi latar cerita ini. Sebab Indonesia itu kaya sekali dengan ragam budayanya. Akhirnya saya pilih Banyuwangi karena saya jatuh cinta dengan budayanya," tutur Mas B.

Mas B mengaku dirinya jatuh cinta dengan Banyuwangi baik seni maupun musiknya. "Bagi saya Banyuwangi adalah salah satu kabupaten di Jawa Timur yang tradisinya tidak pernah hilang. Tradisi ini selalu diturunkan dan sangat kental terasa antar generasi," tandasnya.

Mas B mengaku, ketertarikannya pada Banyuwangi berawal dari seorang kawannya yang memberikan kaset Sumiati, seorang penyanyi legendaris Banyuwangi. Dan itu membuatnya ingin datang ke Banyuwangi dan ingin mengeksplore budayanya. Dalam pencariannya, Mas B bertemu dengan Sahuni, maestro Banyuwangi yang bahkan sampai membuatnya menangis mendengar permainan musiknya.

Selama 2 tahun, Mas B berproses dalam penggarapan karya seni ini. Cerita ini dibungkusnya dengan latar belakang Pantai Grajagan, Banyuwangi. "Saya kisahkan ketika waktu dicuri dari dunia, maka kehancuran akan terjadi. Saat bulan dan matahari dicuri dari keseimbangan dunia, dewa kehidupan dengan segera akan marah dan meniupkan sangkakalanya," terang Mas B.

Kemudian, lanjutnya, sekelompok orang terdampar di Pantai Grajagan. Mereka ingin mengembalikan sang waktu. Agar waktu dapat kembali, yang harus mereka lakukan adalah mempelajari mantera Banyuwangi untuk mengembalikan keberadaan sang bulan. Kehidupan dengan segera kembali membaik setelah mereka mampu membaca dan menerapkan mantera tersebut.

Dalam karyanya ini, Mas B mengaku banyak hal yang diadopsinya dari budaya Banyuwangi. Termasuk kesenian kuntulan dan tarian gandrung. "Kuntulan kami mainkan. Semua penari juga mengenakan kaos kaki putih sebagaimana yang dipakai penari gandrung. Juga ada properti selendang warna merah yang kami gunakan," kata Mas B.

Namun meski belajar budaya Banyuwangi, Mas B mengaku dirinya tidak pernah ingin membuat karya yang sudah pernah dibuat orang. " Saya tidak akan bikin gandrung, karena bagi saya seniman Banyuwangi lebih baik dari saya. Karena background pendidikan saya adalah seni kontemporer, maka ini yang saya angkat. Ini adalah upaya saya memperkenalkan Banyuwangi ke tingkat internasional. Pokoknya sekarang Banyuwangi is under expose-lah," kata Mas B.

Karyanya yang berhasil dipentaskan di Banyuwangi ini disebutnya merupakan interdisipliner art. "Orang bebas menerjemahkan seperti apa saja tentang karya ini. Semua perpaduan tari, nyanyi, dan unsur teknologi di dalamnya, saya persembahkan untuk masyarakat Banyuwangi. Dalam waktu dekat saya akan pentaskan "The Waterfall Plunged into The Abyss" ini di Toronto dan Australia," kata Mas B.

Mas B juga berjanji, dirinya tidak akan pernah berhenti mengeksplore Banyuwangi. "Tunggu project saya selanjutnya ya. Semua masih tentang Banyuwangi," ungkapnya.

Kesuksesan pementasan ini mendapatkan apresiasi mendalam dari Pemkab Banyuwangi. Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, Choliqul Ridho yang turut mengawal proses pembuatan karya seni ini, mengatakan apa yang dibuat Mas B ini belum pernah dilakukan sebelumnya di Banyuwangi. "Teknologi, drama, teater semuanya dipadukan dengan indah. Semoga ini akan menginspirasi para seniman Banyuwangi untuk terus berkarya," kata Ridho.

Pementasan ini diikuti sekitar 30 seniman muda yang juga mahasiswa STKW. Lima belas penari di antaranya berasal dari Banyuwangi. Sementara sisanya adalah mahasiswa STKW asal berbagai daerah, ditambah seniman asal Australia.

(MT/MT)
  1. Seni dan Budaya
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA