Dulu warga bekerja mencari belerang, sekarang bekerja sebagai tour guide utuk turis.
Merdeka.com, Banyuwangi - "Bonjour, mon nom Robix, et je parle un peu le français. Merci," sapa Ropek alias Robix, warga lereng Gunung Ijen melihat kedatangan Bupati Banyuwangi, Jawa Timur, Abdullah Azwar Anas, Senin sore (21/3) kemarin.
Anas tanpa sengaja datang ke Balai Desa Tamansari usai meninjau Desa Kampung Anyar, Kecamatan Glagah (desa sekitar lereng Gunung Ijen) itu, terperangah disapa mantan penambang belerang di Gunung Ijen tersebut dengan Bahasa Prancis.
Sambil tersenyum, orang nomor satu di Bumi Blambangan ini bertanya, "Itu artinya apa?" Lalu pria 40 tahun ini menjawab, "Selamat siang, nama saya Robix, dan saya bisa Bahasa Prancis. Terima kasih."
Robix adalah satu 56 peserta Pelatihan Pramuwisata Khusus Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Ijen, di Kantor Balai Desa Tamansari, Kecamatan Licin. Para peserta datang dari Kecamatan Licin, Sengon dan Kecamatan Kalipuro.
Pelatihan dua hari menjadi guide ini, digelar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) selama dua hari, Senin sampai Selasa. Tujuan dari pelatihan, agar sumber daya manusia (SDM) Banyuwangi, andal di bidang kepariwisataan.
Para guide ini, tak hanya dibekali pengetahuan cara mengantar wisatawan mendaki Kawah Gunung Ijen, tapi juga etika menjadi seorang pemandu wisata. Mereka diajari cara berkomunikasi yang luwes dengan turis.
"Saya dulu penambang. Tapi cuma setahun. Dulu di Ijen sepi, belum ada turis yang datang. Kemudian Tahun 2010, saya disuruh ngantar turis. Terus banyak agen-agen yang minta saya ngantar," aku Robix.
Bapak dua anak ini melanjutkan,"Waktu jadi penambang, belum bisa Bahasa Prancis. Kemudian tiap mandu kok tamunya orang Prancis, saya tertarik belajar. Lama-lama saya bisa. Saya cuma bisa berkomunikasi saja," akunya.
Selain Bahasa Prancis, warga Tamansari ini juga mengaku meguasai Bahasa Ingris. Hanya saja, dia tak menguasai penulisan kalimat dalam bahasa asing tersebut. Robix hanya mahir dalam percakapan sehari-hari saja.
"Saya hanya bisa mengucapkan saja. Menyapa turis, dan menunjukkan tempat-tempat wisata di Ijen," aku pria yang mengaku profesi utamanya sebagai guide Kawah Ijen ini.
Robix mengungkap, turis mancanegara (Wisman) yang datang ke Kawah Ijen, mulai ramai pada bulan Juni, Juli, Agustus dan September. Tapi di hari-hari sepi, seperti di bulan Januari sampai Maret, dia hanya terima job tiga hari sekali.
"Kadang tiga bulan cuma dapat satu kali. Ya ndak tentulah kalau sepi. Baru bulan Juni mulai ramai. Saya punya langganan tiga agen (travel) khusus orang Prancis. Tiap ngantar saya dapat Rp 150 ribu. Itu sudah termasuk ngantar, lampu penerangan, sama masker," ucapnya.
Sementara Bupati Anas, mengaku senang dan bangga atas upaya warganya ingin terus belajar. "Ini sesuatu yang luar biasa. Suatu kemauan diawali dari bawah ke atas. Mereka inilah wajah-wajah masa depan Banyuwangi," kata Anas bangga.
Apalagi, saat melihat para guide, peserta pelatihan berinteraksi dalam bahasa asing, Anas makin semringah melihat perkembangan warganya di lereng Gunung Ijen itu rata-rata mantan penambang belerang.
"Ini adalah satu kesadaran untuk daerahnya sendiri. Seiring meningkatnya kunjungan wisatawan ke Ijen, maka banyak penambang belerang yang dulunya hanya mengandalkan kekuatan fisik, kini memiliki ketrampilan lebih untuk pendapatannya sehari-hari," katanya.
Anas menyebut, para guide yang menerima pembekalan dari DPD Himpunan Pramuwisata ini juga dilatih berkomunikasi dalam Bahasa Ingris. Dalam pelatihan itu, para peserta langsung mempraktekkan dengan sesama teman.
"Bisa kita lihat, mereka cukup mahir (berkomunikasi dengan bahasa asing). Ini adalah salah satu upaya kami menciptakan SDM yang berkualitas ke depan. Mereka dilatih agar lebih mahir, dan juga mendapatkan sertifikasi guide. Ini tentunya juga membuat wisatawan lebih nyaman karena guidenya resmi," tandas Anas.