1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Dulu harga tanah di Banyuwangi setara dengan ikat kepala

Salah satunya karena masih banyak lahan kosong tidak produktif, belum ada hamparan tanaman kopi seperti saat ini.

Kebun kopi. ©2018 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Rabu, 10 Januari 2018 14:36

Merdeka.com, Banyuwangi - Petani kopi Lingkungan Lerek, Kelurahan Gombengsari, Kabupaten Banyuwangi, Suparno (69) punya cerita menarik di tahun 1960-an, harga sepetak tanah 20x10 di lingkungannya masih setara dengan udeng (ikat kepala). "Dulu di sini harga tanah cuma setara dengan satu udeng khas Madura. Banyak pendatang dari Madura yang menawarkan udeng dan seruling untuk ditukar dengan tanah," ujar Suparno pekan lalu.

Era itu, kata Suparno, tanah seolah memang tidak ada harganya. Salah satunya karena masih banyak lahan kosong tidak produktif, belum ada hamparan tanaman kopi seperti saat ini.

Suparno merupakan salah satu orang yang pertama kali menanam kopi di Lingkungan Lerek. Dia serta masyarakat lainnya, mendapatkan bibit dari perkebunan Kaliklatak secara sembunyi-sembunyi, saat menjadi pekerja di sana.

"Kenapa ada kopi di gombengsari? Saya kerja di kebun kali Klatak tahun 1971, saya termasuk orang yang pertama menanam, bawa bibit dari kebun, disembunyikan di bawah rumput," jelasnya.

Saat ini Lingkungan Lerek sudah berubah, hampir 70 persen luasan Lingkungan Lerek, merupakan kebun Kopi. Total kebun kopi rakyat di Gombengsari saat ini sudah mencapai 850 hektare, dari luasan 1700 hektare.

Tidak hanya itu, saat ini di Gombengsari juga terkenal sebagai kampung kopi dan penghasil susu kambing etawa. Di Lingkungan Lerek sendiri, sudah ada 13 homstay untuk wisatawan yang menginap.

"Kami bersama kelompok mengelola paket wisata tur kebun kopi. Jadi ada edukasi mengenal jenis kopi, cara budidaya, petik, rostik, giling, jemur, sangrai hingga seduh. Semua bisa merasakan. Wisatawan asing suka itu, suka minum dari hasil prosesnya sendiri," Hariono Ha'o (39), tambah petani kopi lain.

Tidak hanya itu, saat ini petani di Gombengsari juga sudah mulai mandiri menjual kopinya tanpa melalui tengkulak. Mereka mengemas sendiri dan dijual langsung kepada wisatawan atau kedai kopi.

"Jadi wisata yang sedang buming di Banyuwangi ini sebenarnya sebagai sarana promosi," tambahnya.

(FF/MUA)
  1. Info Banyuwangi
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA