Medio 2012, Banyuwangi Festival mulai digelar. Pelbagai macam budaya, seni tari, wisata hingga pagelaran musik dipentaskan.
Merdeka.com, Banyuwangi - Metamorfosa Banyuwangi. Perlu ada kerja keras untuk merubah image kota santet jadi kota wisata, dan dari kota terjorok disulap kota terindah.
Dulu, Kabupaten Banyuwangi tak hanya dikenal sebagai kota santet, tapi juga kota terkotor nomor wahid di Jawa Timur. Namun, sejak 2011 lalu, daerah terluas di ujung timur Pulau Jawa ini mulai berbenah.
Duet Abdullah Azwar Anas-Yusuf Widiatmoko yang resmi memimpin the Sunrise of Java di tahun tersebut, mulai memutar otak mengubah citra buruk Banyuwangi. Keduanya mulai menggagas konsep sport tourism, memanfaatkan potensi-potensi wisata dan budaya setempat.
Medio 2012, Banyuwangi Festival mulai digelar. Pelbagai macam budaya, seni tari, wisata hingga pagelaran musik dipentaskan. Rangkaian festival, ditutup di bulan Desember, bertepatan hari jadi Banyuwangi. Dan sejak saat itu, Bumi Blambangan bermetamorfosis dari kota santet menjadi kota wisata.
Kota Gandrung ini belum sempurna jika belum dipercantik. Duet Anas-Yusuf melirik Arief Setiawan sebagai arsitek. Mantan Kabag Humas ini diangkat sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP).
Dari tangan dingin mantan pesapon Dinas PUD Banyuwangi ini, kota terjorok berubah menjadi ternyaman. Taman-taman kota mulai dibangun. Kebersihan kota juga dirawat dengan sempurna oleh alumni Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Banyuwangi ini.
"Di bidang kebersihan, secara khusus kami ada banyak kegiatan. Yang utama yaitu membangun Banyuwangi, secara khusus di pengelolaan sampah," terang Arief, Rabu (16/3).
Bersama staf-stafnya, pria kelahiran pria Situbondo 12 Agustus 1985 silam ini berupaya mengurangi dan memanfaatkan sampah. "Di pengelolaan sampah, kita punya Program 3 R, yaitu reuse reduce and recycle. Kita kelola sampah hingga bernilai ekonomis dan bermanfaat bagi masyarakat," katanya.
DKP juga memiliki Program Merdeka Sampah sebagai tindak lanjut Program Nasional. Program ini, melombakan RT-RT untuk mengelola sampah seefisien mungkin, dengan tidak memproduksi sampah berlebihan. "Semalam seminggu, di masing-masing RT tidak ada pelayanan kebersihan, sebgai upaya melatih masyarakat untuk tidak memproduksi sampah berlebihan," jelasnya.
Hasil dari program ini, ternyata berhasil. Dari 1 ton sampah yang diproduksi per RT, bisa ditekan hingga 40 persen. "Sehingga sampah yang diproduksi tinggal 60 persennya saja. Bagi RT yang paling sedikit produksi sampahnya selama satu minggu, kita kasih reward. Mereka kita kasih hadiah Rp 10 juta untuk membuat sarana dan prasarana penunjang kebersihan," katanya lagi.
Selain itu, DKP juga merekrut ibu-ibu PKK. "Ada Dawis (dasa wisma), yang menjadi mitra kebersihan kita. Sekarang sudah ada 253 Pokdawis, masing-masing ada 10 orang ibu-ibu PKK, sehingga total ada 2530 orang. Merekalah yang membantu kami di pengurangan dan pemanfaatan sampah" katanya.
Dan masih banyak inovasi-inovasi DKP untuk menjadikan Banyuwangi sebagai kota Asri. Ada Program Bank Sampah Banyuwangi, yang bisa digunakan berobat secara gratis. Ada Program Murid Bawa Sampah, untuk mendidik pelajar peduli lingkungan di sekolahnya masing-masing.
DKP juga punya program menjaga saluran air agar tidak kotor, membuat drainase, menormalisasi saluran air dan memelihara trotoar. "Untuk pembangunan trotoar, yang lama kita ganti baru. Dulu hanya pakai rambatan, biasa pakai paving. Sekarang kita keramik kita percantik dan kita bikin trotoar khusus difable," jelasnya.
Kemudian untuk menjaga kota agar tidak tergenang banjir saat musim hujan, DKP memperluas sumur-sumur resapan. Pada saluran-saluran air, dibuat resapan dengan kedalaman delapan meter.
"Menjaga kebersihan tidak hanya dipermukaan, kita juga mengelola sungai-sungai. Kita punya program susur sungai tiap satu bulan sekali. Semua staf DKP, kita ajak susuri sungai, kerja bakti mengambil sampah di sungai," tandas Arief.