"Kakak mana yang tega ngeliat adiknya kayak gitu. Apalagi kalau ada yang bilang dia gila. Saya paling cuma bisa nangis".
Merdeka.com, Banyuwangi - Mantan tenaga kerja wanita (TKW) di Singapura, Misilah (45), sering terlihat mengomel di tepi jalan sekitar Pasar Pedotan, Kecamatan Bangorejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Tidak hanya menggunakan
Bahasa Indonesia, dia juga menceracau menggunakan bahasa asing, Mandarin atau Inggris, yang tidak dipahami warga sekitar.
Kepada Merdeka Banyuwangi Wulandari (53), salah satu pemilik toko di Pasar Pedotan, mengatakan setiap pagi melihat Misilah mencari botol plastik bekas untuk dijual ke pengepul rongsokan. Dia juga sering
menyaksikan Misilah marah-marah menggunakan bahasa asing di jalan atau kepada orang yang dulu punya masalah dengannya.
"Terkadang menuduh orang mencuri atau tuduhan-tuduhan seperti pelacur. Marah-marah sama orang-orang yang pernah bermasalah sama dia," kata Wulandari, Senin (28/5).
Dari pantauan mata, Misilah memiliki tato di punggung sebelah kanan. Dia tinggal di bekas warung yang kosong dekat Pasar Pedotan. Saat berusaha ditemui dia menolak dengan berbicara bahasa Mandarin dan
memberi isyarat dengan tangannya. Kemudian dia menghilang ke dalam ruangan.
Tumiyem (63), kakak pertama Misilah, mengatakan anak ke-7 dari 8 bersaudara itu mulai menunjukkan perilaku aneh setelah putra keempatnya yang bernama Ibnu meninggal dunia di usia 22 tahun. Sebelumnya Ayah dan Ibunya juga meninggal berturut-turut, sedangkan 3 anak Misilah lainnya telah meninggal dunia sejak mereka bayi.
Tidak hanya itu, keberangkatan Misilah ke Singapura yang pertama juga menyisakan kepiluan. Suaminya berselingkuh dan menghabiskan semua uang kirimannya untuk bersenang-senang.
Setelah pulang dan mengetahui perilaku suaminya, Misilah mengaku sering sakit kepala dan marasa panas di ubun-ubun. Namun dia kembali berangkat ke Singapura untuk bekerja. Pada keberangkatannya yang
kedua, Misilah sempat menikah dengan pria luar negeri di Singapura, namun rumah tangganya kembali kandas. Setelah pulang dia harus kehilangan keluarganya satu-persatu.
Runtutan kisah sedih itu yang diduga membuat Misilah depresi.
"Lulus SMA dia kemudian menikah. Tiga kali melahirkan semua anaknya meninggal saat masih bayi. Kemudian dia melahirkan anak keempat, Ibnu itu. Saat Ibnu masuk TK dia berangkat jadi TKW ke Singapura," kata Tumiyem saat ditemui di lapaknya di Pasar Pedotan.
Dia juga mengaku sedih jika melihat adik perempuannya keluyuran di pasar dan marah-marah kepada orang yang tidak dikenalinya. Padahal menurutnya, Misilah adalah pribadi yang baik, bahkan pada perempuan
yang menjadi pasangan selingkuh suaminya.
Dia mengatakan ingin agar adik kandungnya itu berobat sampai sembuh dan berkumpul lagi di rumah mereka di Dusun Sidomulyo, Desa Ringintelu, yang masih masuk Kecamatan Bangorejo. Namun keuntungan dia sebagai pedagang sayur tidak cukup untuk memasukkan Misilah pada proses penyembuhan.
"Kakak mana yang tega ngeliat adiknya kayak gitu. Apalagi kalau ada yang bilang dia gila. Saya paling cuma bisa nangis," katanya.