"Bakungan kalau penari Seblangnya tidak ada keturunan penari sebelumnya tidak jadi (tidak bisa kerasukan leluhur)," kata Roslan.
Merdeka.com, Banyuwangi - Banyuwangi punya kebudayaan ritual Seblang Bakungan yang sudah berusia ratusan tahun, dan hingga saat ini masih rutin dilestarikan setiap tahunnya.
Ritus tari Seblang Bakungan, sudah ada di Kelurahan, Bakungan, Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi sudah ada sejak tahun 1639.
Sore hari sebelum magrib tiba, masyarakat Bakungan keliling desa sambil membawa obor untuk melakukan ider bumi. Kemudian listrik yang menerangi seluruh Kelurahan Bakungan dimatikan.
Tumpeng yang dibuat masing-masing warga dikeluarkan di halaman rumah. Semua masyarakat termasuk pengunjung berkumpul duduk bersama di sepanjang jalan untuk berdoa.
"Setelah berdoa selesai, mari dimakan tumpengnya," ujar Agus, salah satu panitia, Minggu (10/9). Saat makan tumpeng, semua listrik yang menghidupkan lampu seluruh Bakungan kembali dinyalakan.
Sejak tahun 1639 hingga saat ini, sudah ada 11 generasi penari. Ciri khas penarinya, masih memiliki garis keturunan dengan penari pertama, dan dilakukan oleh perempuan lanjut usia yang sudah tidak menstruasi.
"Bakungan kalau penari Seblangnya tidak ada keturunan penari sebelumnya tidak jadi (tidak bisa kerasukan leluhur). Jadi harus seperti raja. Turun temurun," ujar Roslan (90), Pawang Seblang Bakungan.
Seblang Bakungan kali ini dimainkan Supani (66) yang sudah menari rutin tiap tahun sejak 2014. Supani baru akan digantikan saudaranya menjadi penari Seblang setelah dia meninggal.
Sebelum penari Seblang masuk di arena tari, sepasang ayam jago diadu, sebagai simbol persahabatan Kerajaan Blambangan dengan Bali. Selain itu, darah yang keluar dari ayam dan menetes ke bumi bakal menjadi simbol menolak malapetaka.
"Biar jangan makan hak rakyat. Cukup darah ayam saja. Biar slamet rakyatnya," terang pria yang sudah menjadi pawang Seblang sejak 1967 ini.
Setelah sabung ayam, penari Seblang masuk dan menari dalam kondisi dirasuki leluhur. Dia membawa dua keris sebagai pusaka mengusir hama penyakit yang merusak pertanian.
"Seblang itu turunan Dewi Sri (Dewi Bumi Kesuburan). Seblang itu membela," jelasnya.
Tarian Seblang Bakungan, dibawakan dengan beragam simbolik. Ada juga yang menari dengan dua peran kerbau remaja yang dipilih untuk menarik bajak. Ada juga saat menari sambil menggendong boneka, seperti menimang anak, sebagai arti keharmonisan rumah tangga.
Selama menari sesuai simbolik, Seblang diiringi gending 13 syair sebagai penguat pesan atau cerita. Antara lain berjudul, Podo Nonton, dodol kembang, nglamar nglimir, yugo-yugo, surung dayung, mancing-mancing, nandur kiling, celeng mogok, dansa dosro dan terakhir ireng-ireng.
Kesenian yang sunyi
Dari warisan tutur, Roslan mengatakan, tradisi tari Seblang Bakungan, dimulai saat babat alas. Saat itu, pada 1639 terdapat satu pohon besar yang tidak bisa dirobohkan dan memakan korban bila berupaya menebang.
Kemudian muncul sebuah syarat agar pohonnya bisa ditebang, yakni harus memiliki kesenian yang sunyi. Selama menari, Seblang memang selalu memejamkan mata dan tidak berucap apapun.
"Keseniannya haru Seb (meneng) lang (iku langgeng). Langgeng mulai awal sampai selesai. Dan nama Bakungan, saat babat hutan, itu banyak bunga bakung," katanya.
Tarian Seblang sendiri sempat tidak dilaksanakan berturut-turut saat peristiwa pendudukan Jepang pada 1942-1945. Tidak hanya itu, rangkaian peristiwa mempertahankan kemerdekaan hingga transisi pemerintahan Presiden Soekarno dan Soeharto juga membuat tidak adanya tarian Seblang.
"Mulai jepang sampai tahun 1966 itu Seblang gak ada. Karena ramai ramainya perjuangan. Waktu gak ada Seblang, tanaman padi rusak banyak hama, banyak musibah," terangnya.
Baru pada tahun 1967, Seblang mulai diselenggarakan lagi. Roslan, merupakan orang yang berhasil mengantarkan leluhur untuk masuk di tubuh penari keturunan Seblang.
"Pertama, enam orang nyuwuk tidak jadi. Sampai jam 2 pagi, akhirnya saya bisa. Dan Bakungan kembali bisa punya Seblang lagi sampai sekarang," kenangnya.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas yang menyempatkan memberikan sambutan mengatakan, pihaknya berupaya turut serta melestarikan kesenian kuno Seblang Bakungan dengan cara dimasukkan ke dalam agenda Banyuwangi Festival.
"Sekarang sudah kedua kali Seblang Bakungan masuk dalam agenda festival. Karena kita ingin seni dan budaya Banyuwangi terus eksis dan mendapatkan panggung untuk bisa ditampilkan ke khalayak luas," ujar Anas.