1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Pasar lelang cara Pemkab Banyuwangi putus rantai tengkulak

"Kami berupaya menjembatani transaksi jual beli antara petani dengan pembeli besar secara langsung agar nilai jualnya bisa meningkat," ujar Ketut

Petani kopi sedang menjemur kopi luwak. ©2018 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Kamis, 04 Januari 2018 14:46

Merdeka.com, Banyuwangi - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi punya strategi secara bertahap untuk memutus mata rantai tengkulak produk pertanian, perkebunan dan peternakan. Salah satunya dengan memberikan pelatihan-pelatihan dan menggelar pasar lelang untuk menjembatani antara produsen dari petani, peternak dengan pembeli produk.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Banyuwangi Ketut Kencana menjelaskan, tahun 2018 ini Pemkab Banyuwangi akan menggelar tiga kali pasar lelang.

“Rencananya pasar lelang tahun ini akan digelar tiga kali. Jadi salah satu cara untuk meningkatkan nilai jual produk lokal pertanian dan peternakan di Banyuwangi, dan memutus rantai dengan tengkulak,” jelas Kencana kepada Merdeka Banyuwangi, Kamis (4/1).

Pasar lelang ini, sudah mulai difasilitasi pertama kali oleh Pemkab Banyuwangi sejak Oktober tahun lalu. Hasilnya, ada 10 pembeli besar yang tertarik untuk mengetahui dan membeli produk lokal Banyuwangi. Dalam lima jam saja, produk pertanian seperti beras, kopi, buah naga, durian, kelapa dan lainnya, berhasil mencapai transaksi Rp 168,475 Miliar.

Ketut melanjutkan, para petani, pekebun hingga peternak sebagai pusat produsen, semua akan diundang untuk mengikuti pasar lelang.

“Nanti semua petani akan diundang untuk mengikuti pasar lelang tersebut. Jadi kami berupaya menjembatani transaksi jual beli antara petani dengan pembeli besar secara langsung, agar nilai jualnya bisa meningkat, dan memutus rantai tengkulak,” jelasnya.

Dihubungi secara terpisah, Ketua Komunitas Petani Kopi Lego, Hariono Ha’o (40), dari Lingkungan Lerek, Kelurahan Gombengsari, Kecamatan Kalipuro, berharap tahun ini sudah ada tawaran untuk mengikuti pasar lelang.

Sebelumnya, Ha’o bersama 36 petani kopi Lego berupaya mandiri mengolah dengan lebih bersih, dan bermutu untuk meningkatkan nilai jual kopi dari kebunnya sendiri. Sementara di total petani kopi dari 600 KK di Lingkungannya, sebagian besar masih tergantung kepada tengkulak.

“Kami sejak tahun lalu sudah berupaya mandiri. Peningkatan harganya kalau jual sendiri, tanpa lewat tengkulak dengan pemasaran pariwisata bisa sampai 200 persen. Itu masih banyak yang belum tertarik,” kata Ha’o.

Dia kemudian menambahkan, petani akan senang bila ada penawaran yang bisa langsung dipertemukan dengan pembeli besar.

“Tapi kalau ada bantuan dari pemerintah yang mau mempertemukan dengan pembeli besar dengan harga pasti, saya yakin petani akan mudah diedukasi dan senang. Karena kami belum sanggup mendirikan koperasi, biaya pembelian kopi ini sangat besar modalnya,” jelasnya.

(FF/MUA)
  1. Info Banyuwangi
  2. Ekonomi
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA