"Pak Anas pernah ke sini dua kali. Dia bilang akan memperbaiki dan membersihkan area makam ini," terang Syukur.
Merdeka.com, Banyuwangi - Sukriyanto, yang akrab dipanggil Syukur ini sudah menjaga makam para bupati Banyuwangi sejak tahun 1972. Ada lima pusara bupati yang dijaga Syukur, mulai dari periode 1782 sampai 1889. Semua merupakan keturunan Prabu Tawangalun, Raja Blambangan.
Syukur sendiri, juga memiliki garis keturunan dengan Kanjeng Raden Tumenggung Pringgokusumo, bupati ke lima periode 1867-1881. Komplek makam para bupati tersebut berada di belakang Masjid Agung Baiturrahman, Kelurahan Kepatihan.
Menurut Syukur, makam para bupati tersebut sudah dari awal berada di sana. Masjid Agung Baiturrahman sendiri, sudah ada sejak bupati ke lima, Kanjeng Raden Tumenggung Pringgokusumo. "Beliau pendirinya. Dulu masih belum masjid, masih dalam bentuk surau," katanya kepada Merdeka Banyuwangi, Kamis (7/4).
Di dalam komplek makam bupati tersebut, terdapat prasasti Kanjeng Raden Tumenggung Wiroguno (Mas Alit), bupati pertama Banyuwangi periode 1773-1782. Namun, pusara Mas Alit sendiri berada di Sedayu, Gresik. "Itu menurut cerita turun temurun, Belanda menganggap Mas Alit sebagai orang yang berpengaruh, jadi dia pergi ke Gresik," ujarnya.
Dari daftar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, hanya dijelaskan ada makam bupati dari tahun 1782 sampai 1889. Jumlahnya ada lima, ditulis nama dan periode jabatan, tanpa keterangan menjabat bupati ke berapa.
Saat Merdeka Banyuwangi masuk ke komplek makam, dari periode 1782 sampai 1889 ada pusara bupati ke-2, Tumenggung Wiroguno II (Mas Thalib) 1782-1818, bupati ke-3 Kanjeng Raden Tumenggung Suronegoro, (1818-1832), bupati ke empat Raden Tumenggung Wiryoadi Danuningrat (1832-1867), bupati ke-5, Raden Tumenggung Pringgokusumo (1867-1881), bupati ke 7 Kanjeng Raden Astrokusumo (1888-1889). Semuanya merupakan keturunan Prabu Tawangalun.
"Banyak yang tidak ada di sini. Kalau dari keturunan Prabu Tawangalun, yang tidak ada di sini itu makamnya Mas Alit bupati pertama sama Aryogondo bupati ke enam. Yang lain tersebar, ada di Probolinggo, Lumajang, Pasuruan, terpencar-pencar," ujar Syukur.
Sedangkan lainnya; terdapat makam bupati ke-11, Achmad Notoadisoerjo (1920-1930) dan bupati ke-26, Samsul Hadi. Makam Raden Bintang (1876-1924) yang menjadi dokter para bupati, kemungkinan besar ada di era kepemimpinan Raden Astrokusumo (1888-1889).
Di usianya yang ke-65, Syukur masih menjaga makam para bupati bersama istrinya. Setiap pagi dan sore, Syukur dan istrinya datang ke makam tersebut untuk bersih-bersih dan merapikan tanaman.
Kondisi makam
Dari pantauan Merdeka Banyuwangi, lingkungan makam para bupati terlihat kurang terawat. Terutama pusara keluarga bupati, seperti anak dan keponakannya yang masih memiliki garis keturunan dengan Prabu Tawangalun. Banyak rumput-rumput liar tumbuh menjalar di sekitar makam.
Makam para bupati sendiri sudah dilindungi bangunan persegi seperti gubuk permanen dan dipagari teralis besi. Ada juga yang sekadar dipagari besi. Syukur menjelaskan, luas makam mantan para bupati tersebut seluas 30 meter persegi. Syukur sendiri, mengaku kewalahan mengurus puluhan makam di lahan seluas itu.
"Dulu enggak sekotor ini. Sekarang, semampu saya, mencangkuli rumput dan membuat saluran air, biar makamnya tidak tergenang air," tuturnya. Sebagian besar, lanjut dia, hanya para siswa dan keluarga keraton berkunjung. Masyarakat Banyuwangi sendiri jarang datang.
"Pak Anas pernah ke sini dua kali. Dia bilang akan memperbaiki dan membersihkan area makam ini," terang Syukur.