1. BANYUWANGI
  2. SENI DAN BUDAYA

Menengok ritual adat Desa Kemiren gelar kenduri di Makam Buyut Cili

Ritual ‎selamatan atau kenduri di Makam Buyut Cili, digelar tiap Minggu malam Senin dan Kamis malam Jumat.

Kenduri di Makam Buyut Cili. ©2016 Merdeka.com Reporter : Mochammad Andriansyah | Jum'at, 08 April 2016 11:35

Merdeka.com, Banyuwangi - Desa Kemiren di Kecamatan Glagah, ditetapkan Pemkab Banyuwangi, Jawa Timur, sebagai desa adat. Sebab, suku asli orang Blambangan, yaitu Osing atau Using, masih banyak dan menetap di Desa Kemiren.

Nilai-nilai budaya kuno di Desa Kemiren masih cukup kental dan tetap dipertahankan. Untuk melestarikan adat-istiadat itu agar tidak punah, tiap tahun, Pemkab Banyuwangi menggelar festival dan acara kesenian seperti Festival Ngopi Sepuluh Ewu hingga Festival Tumpeng Sewu di Desa Kemiren.

Selain merawat kesenian barong dan tradisi idher bumi yang digelar tiap tahun, ritual 'sungkem' ke Makam Buyut Cili, juga masih membudaya di Desa Kemiren. Buyut Cili, dipercaya sebagai tokoh atau sesepuh cikal bakal Desa Kemiren dan Kesenian Baron Osing.

Ritual ‎selamatan atau kenduri di Makam Buyut Cili, digelar tiap Minggu malam Senin dan Kamis malam Jumat. Punden sesepuh desa ini, berada di sebuah gubuk anyaman bambu di Alas (hutan) Kemiren.

Gelar kenduri di Pusara Buyut Cili, dilakukan sesuai tata cara Islam di Tanah Jawa, yaitu tradisi kirim doa meminta berkah dan keselamatan pada Tuhan Yang Maha Esa.

Hal ini dimaksudkan, menghidari syirik atau menyekutukan Allah, seperti larangan Agama Islam. Meski begitu, syiar tradisi dan adat istiadat kuno di depan pusara sang tokoh, tetap khusuk dan sakral.

Usai ritual kirim doa yang dipimpin Sucipto, juru kunci sekaligus generasi keenam Barong Kemiren, acara berlanjut dengan menyantap tumpeng khas orang Blambangan.

Ada tiga jenis menu tumpeng yang biasa disajikan di acara kenduri ini. Tergantung selera yang punya hajat. Menu pertama, pecel ‎pitek (ayam), yaitu ayam kampung yang dipanggang kemudian dibumbui parutan kelapa dan sambal.

Kemudian ada sego golong. Wujudnya, nasi dibungkus daun pisang. Lauk pauknya, telur rebus dicampur bumbu pecel seperti pecel pitek. Sego golong dimaksudkan agar yang punya hajat pikirannya bisa plong (bebas atau lega).

Selain itu, ada juga tumpeng serakat. Menu nasi dan jenis sayur-sayuran hasil bumi warga sekitar. Bumbunya masih sama; bumbu pecel. Tujuan dari tumpeng serakat untuk menghilangkan sengkolo atau tolak balak.

Seperti hajatan yang digelar keluarga Sutiman, warga Kemiren ini misalnya. Kamis petang (7/4), kakek 80 tahun ini menggelar hajatan di Makam Buyut Cili yang dipimpin Sucipto.

Dedi, cucu Sutiman bercerita, hajatan ini dilaksanakan untuk memenuhi nazar sang kakek. Saat sakit parah, Sutiman bernazar; jika sembuh nanti, akan selamatan di Makam Buyut Cili. "Ini nazar kakek saya. Beliau baru pulang dari rumah sakit. Hampir satu bulan sakit. Opname di rumah sakit dua pekan," terang Dedi.

Lelaki bertubuh jangkung ini menyebut, kakeknya mengalami sakit parah. Sutiman sakit ginjal, juga sering muntah dan BAB darah. "Jadi kakek saya bernazar, kalau sembuh akan selamatan di Makam Mbah Buyut (Buyut Cili). Cuma kendurinya pakai pecel pitek," terang Dedi.

(MT/MA)
  1. Info Banyuwangi
  2. Seni dan Budaya
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA