Surat teguran pertama berlaku selama tujuh hari.
Merdeka.com, Banyuwangi - Pemkab Banyuwangi mengintensifkan penggunaan alat pemantau pajak online (e-tax) di rumah makan dan restoran. Kamis (2/8), tim gabungan pemkab mendatangi 34 restoran di kawasan perkotaan yang tidak patuh memasang e-tax. Restoran mereka dipasang stiker peringatan dan diberi surat teguran.
Tim gabungan tersebut terdiri dari Satuan polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar), dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda). Tim mendatangi 34 rumah makan yang ramai pengunjung namun diduga belum jujur membayarkan pajak restorannya.
Kepala Satpol PP Banyuwangi, Edi Supriyono mengatakan tindakan ini sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah (perda) No.2 tahun 2011 Juncto Perda No 16 tahun 2017 dan Peraturan Bupati (perbup) No 62 tahun 2017 tentang pajak daerah, setiap nominal transaksi di rumah makan dan sejenisnya dikenakan pajak sebesar sepuluh persen yang dititipkan "konsumen" kepada rumah makan.
Saat tiba di sana, tim langsung menyerahkan surat teguran dan melakukan pemasangan stiker. “Hari ini kami kirim surat teguran (ST) pertama kepada rumah makan yang belum memasang e-tax. Ini sebagai tindak lanjut dari surat peringatan dari Disbudpar kepada rumah makan yang belum taat melaksanakan perda tersebut,” kata Edi.
Dalam operasi tersebut, tim langsung memasang stiker di ke-34 rumah makan tersebut. Tim juga menyerahkan surat teguran tentang peringatan untuk segera memasang alat printer thermal (e-tax) di restoran tersebut.
“Memang tidak semuanya langsung menerima tindakan ini, ada yang keberatan. Tapi peraturan tetap harus ditegakkan. Sempat ada debat, namun akhirnya pemilik legowo rumah makannya dipasangi stiker dan mau menerima surat teguran dari petugas," kata Edy.
Diterangkan Edy, surat teguran pertama tersebut berlaku selama tujuh hari. Jika hingga deadline pihak pengelola atau pemilik tidak memberikan respons, maka pihaknya akan melayangkan surat peringatan kedua.
Surat teguran kedua, imbuhnya, berlaku selama tiga hari. Jika tetap tidak digubris, Satpol PP akan melayangkan surat peringatan ketiga yang juga berlaku selama tiga hari. “Kalau ternyata tidak ada respons, maka kami akan melakukan penutupan restoran atau rumah makan tersebut,” katanya.
Sementara itu, Kepala Disbudpar Banyuwangi M.Y Bramuda menambahkan, rumah makan yang menerima surat teguran ini sebenarnya telah membayar pajaknya kepada daerah, namun diduga jumlahnya belum real sesuai dengan transaksi riil di lapangan. Hal ini salah satunya terindikasi dari keengganan mereka memasang e-tax.
“Selama ini mereka membayar berdasarkan self assessment (penghitungan pribadi) sehingga banyak yang belum sesuai ketentuan. Namun bila alat ini dipakai, setiap transaksi akan terpantau. Berapa konsumen yang datang, akan langsung keluar penghitungan pajaknya. Sebenarnya, ini memudahkan pemilik karena mereka tidak perlu ribet lagi menghitung pajak,” ujar Bramuda.
Dikatakan Bramuda, sejak 2017 telah diterapkan tax monitor di sejumlah rumah makan dan warung. Di tahun 2018 ini, telah didistribusikan 500 dari 900 printer thermal (e-tax) yang telah disiapkan untuk wilayah Banyuwangi.
"Seiring meningkatnya sektor pariwisata, rumah makan dan sejenisnya tumbuh pesat di Banyuwangi, yang ini harusnya paralel dengan peningkatan pendapatan daerah. Untuk itu, kami memasang e-tax di seluruh restoran sebagai bentuk kerjasama mereka karena pemerintah juga telah berupaya banyak untuk mendatangkan wisatawan ke Banyuwangi," jelas Bramuda.
"Pajak restoran sebenarnya dipungut dari konsumen restoran. Tinggal restorannya lapor dan menyetorkan pajak dari konsumen tadi ke pemkab sesuai transaksi," imbuhnya.
Masih menurut Bramuda, potensi pajak yang belum berhasil ditarik (potential loss) dari pajak restoran dan rumah makan sangat besar. Selama ini pajak restoran dan rumah makan “hanya” sekitar Rp 7 miliar per tahun. “Padahal, kalau setiap restoran memasang e-tax, saya optimistis pajak yang berhasil dipungut bisa mencapai puluhan miliar per tahun,” katanya.