Tampak para tamu undangan memfoto para penari, dan tak sedikit yang mengajak swafoto. Aplaus meriah membahana dari tribun kehormatan.
Merdeka.com, Banyuwangi - Penampilan kolosal 216 penari Gandrung asal Banyuwangi mengawali rangkaian upacara Detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (17/8). Ratusan pelajar SMP dan SMA dari Banyuwangi itu menampilkan Tari Gandrung dengan kreasi baru yang diberi nama Jejer Kembang Menur yang mampu memukau ribuan tamu kehormatan dari seluruh Indonesia dan perwakilan negara sahabat.
Diawali dengan kemunculan seratusan penari dari sisi kanan, lalu disusul sebagian penari lainnya di sisi kiri. Mereka bertemu di tengah lapangan dengan membentuk formasi tiga baris. Seragam yang dominan merah menjadi aksen yang mencolok di tengah rerumputan yang hijau.
Kipas berwarna merah dan putih yang menjadi aksesoris seolah menjadi kibaran bendera saat penari bergerak menggelombang. Di pengujung atraksi, para penari membentuk formasi 72 sesuai usia kemerdekaan tahun ini, lalu kompak meneriakkan "Indonesia Kerja Bersamaā€¯ yang menjadi tema besar peringatan kemerdekaan.
Aplaus meriah membahana dari tribun kehormatan seusai penampilan penari. Tampak para tamu undangan memfoto para penari, dan tak sedikit yang mengajak swafoto.
"Tari Gandrung ini pada dasarnya adalah tarian yang menyiratkan nasionalisme. Seusai perang melawan Belanda, rakyat Banyuwangi mengonsolidasikan kekuatan dengan menggunakan media tari agar tak dicurigai oleh penjajah," ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Anas kembali mengungkapkan kebanggaannya atas diundangnya anak-anak muda dari Banyuwangi untuk tampil di Istana.
"Penampilan ini bukan sekadar tampilan seni-budaya saja. Tapi ada pengalaman luar biasa yang dialami anak-anak. Dari desa mereka diundang menuju ke Istana. Saya yakin ini penyemangat mereka untuk terus mencintai seni-budaya kita, sekaligus menjadi pendorong untuk mengejar cita-cita. Mereka jadi punya semangat baru untuk berbuat lebih baik lagi," ujar Anas.
Dari sisi pengembangan seni-budaya, lanjut Anas, ajang promosi wisata Banyuwangi Festival yang tiap tahun mementaskan Festival Gandrung secara kolosal cukup mampu mendorong regenerasi pencinta dan pelaku seni di kalangan anak muda.
"Anak-anak dari TK sampai SMA bersemangat belajar seni-budaya, sehingga Insya Allah seni-budaya Banyuwangi tetap langgeng melintasi berbagai zaman," papar Anas.
Sementara itu, raut tegang yang sejak subuh menggelayut di benak penari, seketika sirna. Penampilan yang cukup memukau tersebut menerbitkan kelegaan dan kebanggan tersendiri di hati para penari. Salah satu penari yang paling belia, Marcela Salsa Bella (12 tahun), mengaku awalnya sempat tegang.
"Akhirnya bisa tampil dengan lancar, meski tadi agak grogi saat akan tampil. Kini saya bangga bisa menari di istana. Senang sekali, pokoknya tidak terlupakan, jadi tambah semangat belajar, ingin jadi orang yang berguna bagi bangsa," kata pelajar kelas 7 SMPN 1 Genteng itu.