Acara ini persiapannya mendadak. Tapi berlangsung meriah.
Merdeka.com, Banyuwangi - Malam itu Kelurahan Temenggungan, Banyuwangi kedatangan seniman musik Rebab dari Lithuania, Perancis bernama Lucas Paltanavicius. Dia datang ke tanah Using bukan karena dibayar, tapi sekadar ingin bermain musik etnik bersama masyarakat Temenggungan. Lucas, merupakan pemain musik Rebab dan sedang mendalami musik-musik etnik tradisional di Indonesia.
Kabar kedatangan Lucas di tanah Temenggungan pada Kamis, (16/3) disambut dengan pagelaran pentas kolaborasi musik etnik, antara Banyuwangi Putra dengan Lucas. Padahal, masyarakat Temenggungan baru tahu akan ada tamu seniman dari Perancis tersebut pada hari itu juga. Semua berlangsung mendadak.
Eko Rastiko (38), Ketua Kampung Wisata Temenggungan (Kawitan) dibantu Komunitas Hidora, akhirnya berhasil menyajikan pentas musik sederhana. Eko menjelaskan acara kolaborasi musik etnik tersebut, berjalan tanpa ada anggaran dana dari pihak manapun. Semua berjalan secara kultural, gotong royong bersama masyarakat.
“Itu dadakan, ya hari itu persiapan hanya sehari saja. Kami gotong royong untuk menghormati tamu dari Perancis itu. Sound System pinjam, tamu undangan tidak ada yang dibayar,” ujar Eko saat ditemui Merdeka Banyuwangi di lokasi acara, Jl Sekardalu, Kampung Batik, belakang Pendopo Kabupaten Banyuwangi.
Acara berlangsung dengan meriah, berlangsung mulai pukul 19.30 WIB sampai 22.30 WIB. Masyarakat Temenggungan terlihat antusias, mulai dari anak-anak sampai dewasa menghadiri acara yang diberi nama Temenggungan Ethno Collaboration itu.
Acara pertama dibuka dengan penampilan Banyuwangi Putra Junior, dengan musik patrol Using. Anggotanya rata-rata masih kelas 2 SD sampai 3 SMP. “Itu yang junior rata-rata usianya 6 sampai 17 tahun,” jelas Eko. Dari pembukaan tersebut, berhasil membuat penasaran penduduk sekitar Temenggungan untuk menonton.
Selanjutnya, saat penonton yang sebagian berasal dari Temenggungan sendiri sudah tampat ramai, untuk mengawali acara semua bernyanyi hymne lagu Indonesia Raya bersama-sama. Kemudian sambutan dari Eko dan Lucas. Dengan sedikit pengetahuannya berbicara Bahasa Indonesia, Lucas mengatakan terkesan dengan seni Temenggungan.
“Saya merasa pulang ke rumahnya sendiri. Saya sangat senang di sini, karena musik-musik adat sudah mulai hilang. Di sini meski berbeda strata sosial, tapi bisa menyatu, gotong royong” ujar Lucas.
Selain itu, Lucas merasa nada pentatonik musik Using di Temenggungan sangat berbeda dengan musik etnik Jawa dan Bali. Musik etnik Using menurutnya sulit ditebak urutannya, “Tapi dia bisa mengiringi nadanya denga alat musik Rebabnya,” jelas Eko.
Saat Lucas Berkolaborasi dengan Banyuwangi Putra Senior, masyarakat Temenggungan yang hadir bernyanyi bersama. Lagu-lagu Using lama seperti Nandur Jagung, Ndayung, dimainkan malam itu, dengan iringan alat musik rebab, seruling, gamelan, gitar, gendang dam angklung.
“Acaranya sangat didukung masyarakat, meski sampai malam tidak apa-apa. Malah senang masyarakat Temenggungan,” jelas Eko.
Rasa antusias masyarakat Temenggungan menurut Eko memiliki sejarah kultural yang panjang. Di era tahun 1950 sampai akhir 1965 kampung Temenggungan merupakan pusat kesenian di Banyuwangi. Pelaku seni mulai dari tari, musik, lukis, pahat, batik dan sebagainya, terkumpul di Temenggungan.
Eko sebagai ketua Ketua Kampung Wisata Temenggungan saat ini berupaya memelihara potensi kesenian yang sudah turun temurun di Temenggungan, salah satunya lewat regenerasi Banyuwangi Putra Junior dan Banyuwangi Putra Senior.
“Grup kesenian ini telah melahirkan banyak seniman handal yang menjadi kebanggaan Banyuwangi, termasuk di antaranya adalah Catur Arum, Candra Banyu, dan lain-lain. generasi keempat yakni grup kesenian anak-anak Banyuwangi Putra Junior,” pungkasnya.