Usai diperah, susu Kambing Etawa yang masih hangat sudah bisa langsung dikonsumsi.
Merdeka.com, Banyuwangi - Potensi sumberdaya alam yang melimpah di tengah perkebunan kopi rakyat Kelurahan Gombengsari, Banyuwangi, telah dimanfaatkan warga untuk budidaya kambing etawa. Banyaknya jenis pohon seperti lamtoro, rasidi dan kaliendra menjadi makanan melimpah bagi kambing etawa.
Budaya memelihara kambing di Gombengsari memang sudah turun temurun. Hampir 90 persen wilayah Gombengsari dipenuhi perkebunan kopi rakyat. Hanya saja, jenis kambing etawa baru masuk pada tahun 2004. Sebelumnya warga hanya memelihara jenis kambing biasa. Warga sendiri, baru memanfaatkan susu kambing etawa baru dua tahun terakhir ini.
Hartono (38), sore itu terlihat bersiap memerah susu kambing etawa di kandangnya. Dia memawa botol air mineral ukuran satu liter sebagai tempat menampung susu perahan.
Dari 90 kambing etawa di kandangnya, ada 27 ekor yang bisa diperah. Sebelum memerah, kandang-kandang tersebut dibersihkan, sambil memberi makan semua kambing etawa. "Makannya tidak boleh telat, habis dikasih lagi. Nanti perahnya antara jam 2-3 sore. Idealnya dua kali pagi dan sore," tuturnya kepada Merdeka Banyuwangi, Rabu (17/8).
Hartono menjelaskan, memelihara kambing etawa yang diperah memang butuh perlakuan khusus. Selain kandang harus bersih, konsumsi tercukupi, kambing etawa tiap minggunya juga harus dimandikan.
Tidak hanya itu, tiap memerah, bagian puting kambing harus dilap dengan alkohol agar bersih dari kuman dan bakteri. Saat memerah, penggunaan botol mineral dengan lubang yang kecil memang untuk menjaga agar kotoran dari luar tidak masuk ke dalam. "Susu ini kan juga sensitif dari udara. Sekitar proses pemerahan dengan lobang botol kecil itu menjaga," tuturnya sambil memerah.
Mulanya warga Gombengsari yang memiliki kambing jenis etawa hanya 20 kepala keluarga pada 2004. Namun saat ini dari 600 kepala keluarga di Gombangsari, 85 persennya sudah memiliki kambing etawa. Hanya saja pemanfaatan kambing etawa untuk diperah susunya belum maksimal. Sebagian besar warga masih melakukan budidaya ternak dan untuk pedaging kambing etawa.
Hartono sendiri, melalui kelompok ternak Bukit Etawa sudah dua tahun belajar tentang pemerahan susu kambing etawa. "Ini saya dari kelompok mengawali untuk memerah. Harapannya nanti ada koperasi, UMKM bisa ada di sini. Setiap hari diperah, ini penghasilannya per hari," tuturnya.
Dalam sehari, Hartono bisa menghasilkan 17-18 liter per hari. Padahal permintaan susu segar dari kawasan Karasidenan Besuki mencapai 50 liter per hari.
Usai memerah, Hartono menunjukkan hasil perasaannya yang mencapai 1 liter lebih. "Ini botol air mineral ukuran 1,5 liter. Hampir penuh kan. Jadi satu ekor ada yang bisa mencapai satu liter susu," jelasnya.
Usai diperah, susu etawa yang masih hangat sudah bisa langsung dikonsumsi. Agar menjaga kualitas, Hartono biasanya langsung mengemasnya dalam botol plastik. "Rasanya tidak amis kan," ujarnya kepada Merdeka Banyuwangi.
Bila perawatannya maksimal, kambing etawa mampu mengeluarkan susu terus-menerus sampai satu tahun. "Akan lebih banyak lagi hasilnya kalau sudah pernah beranak 2 sampai 4 kali," tuturnya.
Potensi sumberdaya alam yang melimpah di area perkebunan rakyat Gombengsari, membuat Hartono tidak pernah kesulitan mencari bahan pakan kambing. 80 persen kambingnya diberi makan organik segar dari daun maupun rumput, "Sisanya diberi bekatul dan ampas tahu," tutupnya.