1. BANYUWANGI
  2. PARIWISATA

Meriahnya lomba dekorasi kapal dalam Arung Kanal sedot ribuan penonton

"Ini sebagai bentuk mensyukuri kebesaran Tuhan lewat air. Dari air yang bisa menyejahterakan petani," kata Nanang.

Lomba menghias kapal di Banyuwangi. ©2016 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Senin, 26 September 2016 16:10

Merdeka.com, Banyuwangi - Sebagai bentuk ungkapan syukur masyarakat atas panen yang melimpah, masyarakat Dusun Tanjungrejo, Desa Kebondalem, Kecamatan Bangorejo, Banyuwangi, menggelar lomba kapal hias di sepanjang 3 kilometer Sungai Sampean.

Sungai selebar 20 meter ini, menampung 14 kapal hias. Masing-masing kapal yang berbaris memanjang, sekilas tidak jauh berbeda dengan kapal di Pelabuhan Ketapang dan Meneng Banyuwangi.

Besar kapal milik salah satu peserta dengan dekorasi mirip Kapal Dewa Ruci milik TNI AL misalnya, memiliki panjang 31 meter dan lebar 6,5 meter. Sebuah desain yang mendekati aslinya, ada bentang layar dan semua serba berwarna putih.

Kegiatan Arung Kanal Decorative Boat ini, merupakan bagian dari tradisi lempar apem (kue), di sepanjang Sungai Sampean sehari sebelumnya. Sebagai bentuk rasa syukur masyarakat Desa Kebondalem atas melimpahnya air sungai. Sehingga bisa mencukupi kebutuhan irigasi sawah untuk sentra penanaman jeruk dan buah naga.

"Ini sebagai bentuk mensyukuri kebesaran Tuhan lewat air. Dari air yang bisa menyejahterakan petani. Kemarin ada ritual balang apem. Itu sakralnya. Sekarang ini istilahnya hiburannya, untuk mendatangkan masyarakat," ujar Nanang Lesmono (58), Ketua Panitia Dua, Arung Kanal Decorative Boat, Sabtu (24/9).

Nanang menjelaskan, kegiatan lomba kapal hias ini sudah ada sejak 1967, bertepatan dengan hari perayaan HUT RI. Sekaligus wujud syukur atas melimpahnya air.

Masyarakat Desa Kebondalem, mengadakan tradisi lempar apem dan lomba dekorasi kapal ini tiap dua tahun sekali. Sebab, di perhitungan tahun ganjil, juga terdapat tradisi melintasi hutan di Gunung Srawet.

"Untuk tahun ganjil di Gunung Srawet, untuk tahun genapnya Arung Kanal. Jadi ini sudah jadi agenda wisata kabupaten. Kalau di Srawet sudah mulai sejak mendapat Kalpataru. Penghijauan masyarakat, dari Soeharto tahun 1984," ujar pria yang juga menjabat sebagai Ketua BPD Desa Kebondalem ini.

Kapal-kapal dengan berbagai desain dan dekorasi ini menggunakan bahan karung sebagai dinding kapal, drumb sebagai dasaran agar bisa mengapung serta kayu dan bambu untuk dekorasi lain. Biaya pembuatannya, kata Nanang, rata-rata menjapai Rp 20 sampai Rp 30 juta lebih.

"Peserta yang membuat perahu, mendapat subsidi dari pemerintah desa. Per perahu untuk ukuran besar disubsidi Rp 10 juta. Ukuran tanggung Rp 7 juta dan kecil Rp 5 juta. Biaya sisanya dari swadaya masyarakat. Per perahu ada yang sampai habis Rp 30 lebih," paparnya.

Meski biaya pembuatannya terbilang mahal, pihaknya tidak khawatir. Panitia Arung Kanal Decorative Boad, bisa mendapatkan pemasukan lebih dari tiket penonton. Tiap tahunnya, penonton yang datang melihat dan membeli tiket minimal sampai 30 ribu orang.

"30 ribu penonton itu yang beli karcis. Kalau yang bukan, sekarang ini saja bisa sampai 80 ribu lebih. Soalnya panitia tidak menarik bayar karcis khusus untuk warga desa sini sendiri. Panitia cuma minta menunjukkan KTP. Ini dimulai jam 9 malam bisa sampai jam 2," ujarnya.

Saat Merdeka Banyuwangi ke sana, kelompok Dewa Ruci cukup menyita perhatian. Selain desainnya yang kreatif, juga terlihat megah. Suwarno (55), koordinator kelompok kapal Dewa Ruci mengatakan, proses pembuatannya membutuhkan waktu sekitar satu bulan.

"Kalau yang ngerjain kurang lebih 40 orang. Kalau buatnya malam, kadang sampai jam 00.00 WIB. Pembuatan perakitan di darat. Sudah jadi, beramai-ramai digotong ke sini. Minim orang seratus yang gotong royong," ujar salah satu koordinator kelompok dari RT 01 RW 03 Dusun Tanjungrejo ini.

Dengan besar 31 x 6,5 meter, kapal pesiar Dewa Ruci buatan warga Banyuwangi ini membutuhkan 80 drumb agar bisa mengapung dengan seimbang. Tepat pada pukul 21.00 WIB, ke-14 kapal dari tiap-tiap peserta lomba mulai diarak menyusuri kali Sampean sepanjang 3 Km.

Cara menjalankan kapal-kapal ini, masing-masing kelompok menarik dengan tali beramai-ramai dari pinggir kali. Juga dibantu dengan tongkat bambu untuk mengatur arah.

"Yang narik sekitar 20 orang lebih. Yang dinilai masalah standar panjang lebar, body, dan kemeriahan masalah hiasan," ujarnya. Selama diarak, kapal-kapal ini saling beradu kemeriahan.

Masing-masing kapal memutar musik dengan sound system. Ada juga yang live musik, bernyanyi bersama di atas kapal. Kemeriahan ini, juga ditambah dengan rentetan letusan kembang api dari tiap peserta.

"Kita ini sebagai peserta, kan berlomba-lomba. Bikin yang rumit kan tantangnnya peserta. Kita ini sebagai penerus perjuangan. Kita membuat perayaan ini untuk perubahan. Untuk memeriahkan. Ini habisnya sekitar Rp 22-25 juta," ujar Suwarno.

Di sisi lai, Irwan (33) salah satu kelompok dari kapal Induk Nusantara mengatakan, dekorasi kapal induk seperti milik kapal TNI ini, mengambil idenya dari internet. Menariknya, kelompok kapal Induk Nusantara mendekorasi mirip seperti kapal militer. Cat kapal loreng-loreng, memiliki replika senapan mesin, dan ada pesertanya yang mengenakan baju militer.

"Yang pakai seragam anak-anak sini juga. Nanti juga ada live musiknya," ujarnya.

Kapal Induk Nusantara, berukuran sekitar 23 x 4 meter. Tidak jauh berbeda dengan Dewa Ruci, kelompok ini juga membutuhkan waktu satu bulan untuk pembuatannya.

"Yang bikin sekitar 25 sampai 30 orang. Buatnya setiap hari, mulai jam sembilan pagi sampai zuhur. Terus mulai magrib sampai jam sebelas malam," ujar Irwan. Soal biaya, kelompok ini menghabiskan Rp 15 juta.

"Ini hasil swadaya. Yang buat semangat itu rasa kebersamaan kita. Tujuan utama kami bukan mendapat juara. Yang penting semua dapat piagam dan senang," ujarnya.

Seperti yang disampaikan Nanang, puncak acara hiburan sebagai bentuk rasa syukur warga terhadap irigasi air ini, merupakan nilai kebersamaan dan gotong royong.

"Dulu kecil-kecil. Kalau meriah gini sudah ada sekitar 1990-an. Kalau tidak mengadakan masyarakat akan tanya. Ada yang enggak cukup tiga ratus orang lho, menurunkan kapal ke kali. itulah kekompakan gotong royong. Nilai gotong royongnya ini yang perlu dipertahankan. Kadang eman-eman dibongkar. Sampai bertahan satu minggu setelah acara," paparnya.

(MT/MUA)
  1. Pariwisata
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA