"Targetnya sampai akhir Agustus 1.000 alat akan kita bagikan kepada pengelola destinasi wisata, rumah makan, restoran, dan hotel".
Merdeka.com, Banyuwangi - Target peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bidang pariwisata yang cukup tinggi, Pemkab Banyuwangi mengembangkan inovasi untuk menghimpun pajak menggunakan aplikasi handphone atau gawai bersistem operasi Android. Aplikasi ini memudahkan masyarakat untuk membayar pajak.
Setelah diinstall di gawai, pemilik warung atau rumah makan bisa memasukkan data transaksi, sedangkan Pemkab Banyuwangi akan menerima kiriman data tersebut di server mereka. Kemudian Pemkab telah membagikan 200 printer kecil yang tersambung dengan gawai melalaui bluetooth sebagai uji coba, yang mampu mencetak data transaksi untuk pembeli sebagaimana struk belanja.
"Targetnya sampai akhir Agustus 1.000 alat akan kita bagikan kepada pengelola destinasi wisata, rumah makan, restoran, dan hotel. Tapi sebagian telah memiliki peralatan elektronik di meja kasir mereka,
kami hanya perlu menerima datanya," kata Kepala Bidang Pariwisata Disbudpar Banyuwangi Dwi Marhaen Yono di kantornya, Selasa (10/7).
Dia berharap pemungut pajak yang tidak kebagian perlengkapan printer kecil atau mendapatnya tapi sudah rusak, agar membelinya sendiri dengan harga Rp 750 ribu.
PAD pariwisata Pemkab Banyuwangi, meliputi pemasukan dari pajak destinasi wisata, tempat hiburan, hotel, restoran, rumah makan dan cafe tahun 2016 berhasil dikumpulkan sebanyak Rp 14 miliar. Tahun 2017 pemungut berpindah dari Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar), dengan target Rp 21 miliar dan berhasil dihimpun Rp 22 miliar.
Tahun 2018, pengumpulan PAD pariwisata di Banyuwangi ditargetkan sebesar Rp 37 miliar dan harus dijalankan dengan sistem online sesuai Peraturan Bupati (Perbup) Banyuwangi nomor 62 tahun 2017 tentang pajak daerah. Dengan rincian pajak hotel dan restoran Rp 10 miliar, rumah makan Rp 18,3 miliar, pajak hiburan seperti karaoke, lomba dan bioskop sebesar Rp 5,9 miliar, serta retribusi khusus seperti karcis masuk destinasi wisata sebesar Rp 2,1 miliar.
"Prosesnya kita lakukan secara humanis, ada masa percobaan, kegiatan pelatihan bersama, kita dorong taat pajak secara persuasif. Namun bila warung, restoran, dan cafe tidak bersedia membayar pajak, kita sanksi
dengan surat peringatan hingga penutupan," kata dia.
Dalam Perda nomor 62 tahun 2017 tidak disebutkan warung bagaimana yang wajib menerapkan pemungutan pajak dengan sistem online itu. Namun Disbudpar Banyuwangi menetapkan mereka yang diwajibkan adalah hotel,
restoran, rumah makan, dan cafe yang omsetnya sebesar Rp 50 ribu per hari atau Rp 1,5 juta per bulan atau lebih tinggi.
"Itu kita putuskan dengan asas kelayakan dan kepatutan rumah makan. Di destinasi wisata menggunakan aplikasi e-ticketing. Kemudian hotel, restoran, rumah makan, dan cafe pakai e-tax,"kata Marhaen.
Dia juga mengatakan bila semua sistem online dengan aplikasi Android dijalankan secara optimal, tidak hanya Rp 37 miliar, PAD pariwisata Rp 50 miliar pun bisa dicapai. Jumlah wisatawan yang terdata juga
diperkirakan akan meningkat hampir 2 kali lipat bila semua destinasi wisata dilengkapi ticketing online.
Marhaen mengatakan tidak akan melakukan tebang pilih dan akan melakukan berbagai upaya agar semua rumah makan menerapkan e-tax. Bila tidak, dikhawatirkan akan terjadi kecemburuan antar pemilik rumah
makan.
"Kita sudah sosialisasikan kepada pemilik restoran, rumah makan dan cafe. Mereka menyatakan mau memasang e-tax asalkan semua rumah makan lain menggunakannya, mereka khawatir dianggap lebih mahal kalau
menerapkan pemungutan pajak sendirian," katanya.