1. BANYUWANGI
  2. PROFIL

Mimpi Alfian, artis 1980-an ingin gairahkan senimatografi Banyuwangi

"Saya itu ingin Parfi di Banyuwangi ini bisa berkembang dengan baik. Saya ingin menyalurkan apa yang pernah saya dapat," kata Alfian.

Alfian artis Indonesia Tahun 1980-an. ©2016 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Selasa, 03 Mei 2016 13:57

Merdeka.com, Banyuwangi - Pagi itu Alfian terlihat sedang bercengkerama dengan teman-temannya di kawasan pasar, Jalan Basuki Rahmat, bekas Terminal Blambangan. Alfian mengenakan celana pendek, kaos oblong, topi dan bersandal jepit. Begitu juga dengan penampilan rata-rata orang di sekitarnya, yang berprofesi sebagai tukang parkir, pedagang kaki lima maupun sopir angkot.

Sebagian besar temannya tidak mengerti, kalau Alfian pada tahun 1980-an, sering muncul di TVRI, stasiun televisi satu-satunya di Indonesia saat itu. Alfian seringkali tampil sebagai pemain film drama religi, sejarah, laga, budaya dan sederet jenis film yang tidak mampu dia ingat satu per satu.

Uniknya, Alfian merupakan putra daerah asli Banyuwangi kelahiran 1954. Dia menghabiskan masa kecil sampai usia SMA di Banyuwangi sebelum akhirnya hijrah ke Surabaya dan Jakarta.

"Dulu saya SMP Negeri Banyuwangi, dekat Pemda sebelah kanan. Terus SMA Negeri 1 Giri. meninggalkan Banyuwangi setelah lulus SMA tahun 1974. Terus ke Surabaya, ikut paman saya dan ke Jakarta," katanya kepada Merdeka Banyuwangi, Minggu (1/4).

Selama di Banyuwangi, Alfian tinggal di rumah orangtuannya, Jalan Bangka Kecamatan Banyuwangi, Kabupaten Banyuwangi. "Jadi memang unik. Dulu saat menjadi pemain film, orang Banyuwangi sendiri enggak tahu kalau saya orang Banyuwangi. Tapi lama-lama tahu," lanjutnya. Meski begitu, kata dia, hanya beberapa saja yang mengetahui bahwa dirinya asli orang Banyuwangi.

Alfian mulai masuk di dunia layar kaca sejak 1980. Beberapa peran yang pernah dia mainkan antara lain menjadi aktor Sunan Giri dalam film Raden Paku. Ada juga film berjudul Walisongo, di situ Alfian memainkan peran sebagai Sunan Gunung Jati. Pernah satu produksi film dengan L Manik, dalam film Lebak Membara dan masih banyak lagi.

"Di Wali Songo banyak aktor, seperti Guruh Soekarno Putra, memerankan Sunan Muria, Sardono Kusumo dia memerankan Sunan Kalijogo, Rahmat Hatolo juga main. Kalau di Palu, judul film Mutiara di Khatulistiwa, itu Deddy Mizwar main, Wira Irawan Main, Aeng Sapuadi maen. Kebetulan saya peran utamanya juga. Waktu film silat, judulnya Jurus Dewa Naga, saya malah jadi gurunya Bery Prima. Jadi orang tua, jadi gak kelihatan. Jadi Eyang Sepuh sama Dewa Naga. Jadi dua peran," kenangnya panjang lebar.

Alfian melanjutkan, semua pengalaman tersebut tidak dicapainya dengan mudah. Menjadi pemain film atau artis layar kaca, harus memiliki keterampilan sinematografi. Setelah lulus SMAN 1 Giri Banyuwangi tahun 1974 Alfian hijrah ke Surabaya, menempuh pendidikan Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi). "Itu pendidikan sinematografi, semacam di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Pengajarnya tapi dari IKJ," ujarnya.

Selama belajar sinematografi, Alfian mengikuti workshop selama satu tahun bersama Sumanjaya, Arifin C Noer, untuk belajar akting, analisa peran, skenario dan semua ilmu perfilman. "Kelompok saya itu. Semua yang diajarin Parfi praktiknya di situ," ujarnya.

Tahun 1978, Alfian coba ke Jakarta untuk mencari tahu bagaimana bisa menjadi pemain film. Dia coba mencari jaringan di Proyek Senen, tempat para seniman sering berkumpul. "Saya ikutin terus, gimana caranya bisa terjun di film. Akhirnya tahun 1979 ada direktor yang namanya Yudhi Subroto, ngajak saya bukan sebagai pemain, tapi sebagai kru," kenangnya.

Baru pada 1980 dia mendapatkan tawaran menjadi aktor film. Alfian mulai sepi tawaran menjadi pemain film pada tahun 2000-an. Ketika popularitas TVRI menurun akibat banyak stasiun televisi swasta di Indonesia. Saat ditanya apa yang dilakukan ketika sepi tawaran, Alfian hanya menanggapi secara singkat.

"Setelah berhenti di dunia perfilman saya kerja serabutan. Apa ajalah, yang penting halal. Tapi Insya Allah saya akan terjun lagi, untuk absen. Ow jek urip ta," tuturnya.

Selama berkarir , Alfian tinggal di Jakarta Selatan, pernah juga tinggal di Tangerang Selatan. Di usianya yang sudah 62, Alfian berharap bisa membagikan pengalaman dan pengetahuannya di dunia perfilman untuk generasi muda Banyuwangi.

"Saya itu ingin Parfi di Banyuwangi ini bisa berkembang dengan baik. Saya ingin menyalurkan apa yang pernah saya dapat. Baik teori sampai praktik. Akan saya kasih semampu saya. Bisa juga secara privat," tuturnya.

Apalagi, kata dia, kualitas aktor film layar kaca di Indonesia terutama sinetron sangat menurun. Keinginan Alfian membagikan ilmunya berangkat dari kegelisahan banyaknya aktor dalam sinetron yang belum menguasai dunia perfilman.

"Penjiwaannya enggak ada. Memerankan karakter begini, cuma flat (datar). Mainnya begitu saja. Teks dialog kelihatan kalau hapalan saja. Kalau saya dulu tahu, saya kalau misalnya meleset sedikit bukan hafalan, tapi ada penambahan atau pengurangan dialog, demi menjaga karakter saya," ujarnya.

(MT/MUA)
  1. profil
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA