Selama belajar sendiri di rumah hingga memiliki 95 wayang dari orang tua dan hasil menabung, Marseto baru kali ini bisa tampil di depan publik.
Merdeka.com, Banyuwangi - Marseto Arya Tetuka (17) penyandang disabilitas Hiperaktif Implusif terlihat percaya diri memutar-mutar wayangnya di pentas pertunjukan Festival Anak Berkebutuhan Khusus, yang digelar Pemerintah Kabupaten Banyuwangi di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Kamis (2/11).
"Babat Wonomarto, ini nama tokoh yang paling saya suka. Dia bisa membolak-balik gunung. Kalau nama kecil saya, Tetuka. Tetuka ini nama kecilnya gatot koco," ujar anak yang tinggal di Kelurahan Singoturunan ini.
Sambil memainkan wayangnya yang disediakan khusus, Marseto mengaku sudah mulai senang dengan pertunjukan wayang sejak usia 3 tahun. Dia belajar menjadi dalang wayang secara mandiri di rumahnya dari materi melihat di VCD dan YouTube.
"Awalnya penasaran. Dari bapak yang ngenalin, bapak pencinta wayang. Dalang yang saya sukai Ki Mantep Sudarsono dan Ki Anom Suroto," ujar siswa kelas dua SMA N 1 Banyuwangi ini.
Selama belajar sendiri di rumah hingga memiliki 95 wayang dari orang tua dan hasil menabung, Marseto baru kali ini bisa tampil di depan publik.
"Dan ini pertama kalinya tampil di hadapan banyak orang ya di sini, " jelas pria yang tinggal di Kelurahan Singoturunan ini.
Saat ditanya apa cita-citanya, dia dengan lugas menjawab ingin belajar dengan dalang profesional dan ingin menjadi bupati. "Kalau wayang buat hobi saja, tapi kalau cita cita ingin jadi bupati, atau PNS lah," ujarnya.
Hesti Agustina (50) Ibu dari Marseto menjelaskan, anaknya sudah terdeteksi menyandang Hiperaktif Implusif, sejak usia 3,5 tahun.
Dari keterangan psikologi, Hiperaktif Implusif membuat anak sulit dan labil dalam mengatur emosional. Saat kondisi lelah dan tegang, dia bisa seketika marah tidak terkendali. "Langsung marah, ketika sedang capek," katanya.
Selain itu, Hiperaktif Implusif juga membuat anak sulit konsentrasi saat kemarahannya tidak terkontrol. Cara mengatasinya, salah satunya dengan memberikan kesempatan sepenuhnya apa yang dia senangi.
"Harus ditemukan apa yang disuka. Dan wayang yang dia sukai ini, seperti untuk menghilangkan kecemasan, kejemuhan. Kalau hari libur, saya biarkan dia main semalam suntuk. Tapi kalau besok sekolah sampai jam 10 malam maksimal," terangnya.
Adanya Festival Anak Berkebutuhan Khusus, Hesti senang anaknya punya kesempatan bisa tampil menunjukkan kreativitasnya.
"Waktu nemenin anak saya belajar wayang di youtube, saya sering ngantar jemput, menunggu dia di warnet. Dia paling susah kalau dengan lingkungan sosial, tapi IQ-nya kata psikolog di atas rata rata," tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyampaikan dalam sambutannya, Festival Anak Berkebutuhan Khusus digelar memang untuk memberikan ruang kreatif dan memotivasi.
"Semoga ini menjadi media dan motivasi bagi anak berkebutuhan khusus. Agar mereka punya media untuk mengembangkan minat dan bakatnya," ujar Anas.
Festival Anak Berkebutuhan Khusus diikuti 1000 anak dari 117 lembaga dan pendidikan inklusi di Banyuwangi. Event ini akan rutin digelar setiap tahun, dan secara rutin bakal ada ruang kreatif di masing-masing RTH Kecamatan untuk penyandang disabilitas.