1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Menengok jejak kejayaan kerajaan Blambangan

Kerajaan Blambangan mengalami pergantian raja sampai 5 kali.

©2016 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Sabtu, 28 Mei 2016 14:43

Merdeka.com, Banyuwangi - Kerajaan Belambangan dikenal dengan sisa kekuasaan Majapahit terakhir di Pulau Jawa. Bekas kejayaan kerajaan umat Hindu tersebut, saat ini masih bisa disaksikan, salah satunya Situs Umpak Songo, terletak di Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, Banyuwangi.

Situ Umpak Songo, ditemukan oleh warga Tembokrejo pada tahun 1916 bernama Mbah Nadigede saat babat alas. Saat ini situs tersebut dijaga oleh cucunya, Soimin (79). Soimin bercerita, mulanya Mbah Nadigede tidak mengerti apa yang sedang ditemukan. Sebab hanya berupa reruntuhan bangunan dari batu bata, dan puluhan batu dengan lobang di bagian atas.

Baru pada tahun 1928, Mbah Nadi Gede kedatangan tamu asal keraton Solo, Mangkubumi IX. Dari pertemuan tersebut, Mbah Nadi Gede baru menyadari bahwa yang dia temukan dan sedang dijaga merupakan reruntuhan bekas kerajaan Blambangan.

Kisah tersebut disampaikan oleh Soimin kepada Merdeka Banyuwangi lewat secarik kertas berisi cerita situs Umpak Songo. Naskah yang disusun pada tanggal 16 Desember 1989 ini, bersumber dari cerita lisan Ayah Soimin.  

“Ini cerita dari Mbah Natigede. Mbah saya sendiri. Jadi mulai tahun 1916 babate sini. Terus tahun 1971 itu meninggal, yang jaga ganti bapak saya, namanya Pak Senin. Terus meninggal tahun 1989, terus ganti saya ini. Mulai tahun 1989 sampai sekarang,” jelasnya, Sabtu (28/5).

Soimin menjelaskan, dari cerita turun temurun yang sudah ditulis tersebut, Situs Umpak Songo merupakan bekas Kadipaten Blambangan. Bekas batu yang berlobang merupakan tempat tiang penyangga rumah kadipaten. Apalagi batu-batu tersebut tertata berjajar dan membentuk sudut persegi. Untuk menjaga nilai sejarah, Soimin mengaku tidak pernah menggeser batu tersebut.

“Umpak Songo ini bekas Kabupaten Blambangan. Sisa ini lebare sekitar 2 hektar. Dulu banyak, batu batu, di gumuk-gumuk ada tempat semedi. Gak pernah digeser, tetap seperti ini,” jelasnya.

Dari luas 2 hektare tersebut, saat ini yang masih dijaga hanya seluas sekitar 40 meter persegi dengan pembatas tembok. Sisanya sudah hilang, lokasinya juga sudah dibangun rumah penduduk. Namun, yang masih dijaga saat ini, kata Soimin, merupakan bekas bangunan yang paling besar. Ada bekas pondasi bertingkat dari batu bata. Baru kemudian berjajar batu-batu bekas penyangga tiang.

“Ini yang paling besar, katanya yang menjadi tempat balai pertemuan. Batu batanya ini asli. Cuma tak rekatkan lagi sama semen biar tidak bergeser. Modelnya batu batanya besar-besar,” jelasnya.

Sebagai penjaga situ, Soimin menjelaskan, saat ini sudah mulai sepi pengunjung. Baru setelah hari Raya Kuningan, umat Hindu dari Bali banyak yang berkunjung ke situs Umpak Songo. “Kalau pengunjung ada, tapi ya sedikit. Seng ramai waktu Hari raya Kuningan. Tapi di sini pernah didatangi peneliti asal Amerika, Swedia, sama Belanda,” ujarnya.

Dalam naskah yang bersumber dari cerita lisan keluarga Soimin dijelaskan, Kerajaan Belambangan sudah ada sejak abad 7 dan hancur pada abad 1400. Selama itu, kerajaan Blambangan mengalami pergantian raja sampai 5 kali. Antara lain Siung Manoro, Kebo Mancuet, Joko Umbaran, Siung Laut, dan Joto Suro.

(MH/MUA)
  1. Wisata Sejarah
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA