1. BANYUWANGI
  2. PARIWISATA

Wisata sejarah di Monumen Lubang Buaya Cemetuk Banyuwangi

Monumen Lubang Buaya Cemetuk dibangun pada tahun 1994 untuk mengenang korban kekejaman G30 S/PKI.

Monumen Lubang Buaya di Desa Cemetuk Banyuwangi. ©2016 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Sabtu, 07 Mei 2016 11:32

Merdeka.com, Banyuwangi - Monumen lubang buaya, ternyata tidak hanya di Jakarta. Penanda peristiwa Gerakan 30 September 1956 (G30 S) juga ada di Desa Cemetuk, Kecamatan Cluring, Banyuwangi. Di monumen Lubang Buaya Cemetuk, juga terdapat patung Garuda Pancasila raksasa lengkap dengan relief peristiwa itu di bagian bawahnya.

Bagian belakang patung Garuda Pancasila terdapat tiga lubang dengan bentuk persegi. Ketiga lubang itulah yang dimaksud sebagai monumen lubang buaya. Tempat pembuangan para korban setelah dibantai secara massal pada 30 September 1965.

Monumen Lubang Buaya di Desa Cemetuk Banyuwangi
© 2016 merdeka.com/Mohammad Ulil Albab




“Dari tiga lubang buaya yang besar itu isinya 42 orang dibuang di sana dan yang lubang kecil-kecil itu 10 orang,” ujar Penjaga monumen Lubang Buaya Cemetuk, Supingi kepada Merdeka Banyuwangi, Jumat (6/5).

Perspektif sejarah G30 S  dikemas dengan simbol-simbol relief, lubang buaya, dan beberapa teks di sekitar dinding patung menekankan kekejaman kelompok Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI digambarkan telah membantai 62 orang yang ditandai dengan nama pemuda Pancasila.
 
Dalam teks di monumen tertulis, “Monumen Pancasila Jaya di sini pada tanggal 18-10-1965 telah terjadi pembunuhan massal terhadap 62 orang pemuda Pancasila oleh kebiadaban  G 30 S/PKI,”.

Dalam perspektif baru penulisan sejarah G 30 S PKI terutama soal pembunuhan ke 7 jendral di lubang buaya Jakarta, sudah ada beberapa versi baru. Sejarawan Asvi Warman Adam dalam buku Panggung Sejarah menyebut bahwa PKI bukan satu-satunya pelaku tunggal.

Ada lima versi siapa dalam dibalik peristiwa G30 S yang terus menjadi perdebatan. Antara lain sebuah klik Angkatan Darat Penelitian Cornell Paper, Wertheim. Keterlibatan CIA/ Pemerintah Amerika Serikat (Peter Dale Scott, G Robinson). Presiden Soekarno (John Hughes, Antonie Dake), oknum PKI (Tim ISAI) dan tidak ada pelaku tunggal (Nawaskara, Manai Sophian).

Relief dan patung Monumen Lubang Buaya di Desa Cemetuk Banyuwangi
© 2016 merdeka.com/Mohammad Ulil Albab



Terlepas siapa dalang peristiwa G30 S  tentang pembunuhan para jenderal di Jakarta, usai peristiwa tersebut telah memantik pembantaian massal di daerah. Salah satunya terjadi di Cemetuk, Cluring pada 18 Oktober 1965.

Menurut warga di sekitar monumen tersebut, Supingi menjelaskan monumen Lubang Buaya Cemetuk dibangun pada tahun 1994. Saat peristiwa G30 S Supingi masih berusia 7 tahun. Meski begitu, dia masih ingat bagaimana suasa tegang situasi politik saat itu.

Mulanya Sipingi tinggal di Desa Sumberwaru, Desa Tamanagung baru pada tahun 1990 dia pindah ke di Desa Cemetuk. Lokasi rumahnya tepat di samping bangunan monumen Lubang Buaya Cemetuk. Hingga saat ini cerita turun-temurun tentang peristiwa Lubang Buaya Cemetuk masih satu versi: Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) berafiliasi dengan PKI telah membantai para pemuda Ansor yang datang dari Muncar.  Lubang Buaya Cemetuk
 
“Saya enggak menyaksikan, cuma sedikit tahu ceritanya. Itu kan pemuda Ansor dari Muncar mau nyerbu (PKI) ke Yosomulyo daerah Gambiran situ, tapi gak mampu akhirnya pulang. Kebetulan satu mobil ada yang lewat Jeding sini (jalan menuju Cemetuk) dari muka jalan dihalangi kayu-kayu yang dipotong. Mobil gak bisa jalan. Akhirnya turun semua mobil dibakar sama tokoh-tokoh PKI. Dari sana ada pertempuran,” jelasnya panjang lebar.

Bila diamati peristiwa pasca G30 S di Banyuwangi, khususnya di Cemetuk masih ada perlawanan dari PKI. Supingi melanjutkan saat peristiwa pembakaran mobil, pemuda Ansor berlarian hingga nyasar di Cemetuk. “Karena pemuda Ansor mau membakar daerah Yosomulyo daerah Gambiran sana akhirnya dibantai pemuda Ansornya,” imbuhnya.

Selama tiga hari, jenazah para korban baru diambil oleh aparat militer. Hingga saat ini, kata Supingi, tidak ada orang yang tahu daftar nama-nama para korban.

Seorang pengunjung di Monumen Lubang Buaya di Desa Cemetuk Banyuwangi
© 2016 merdeka.com/Mohammad Ulil Albab



“Enggak tahu dibawa ke mana, mungkin ke Muncar. Siapapun gak ada yang tahu nama-namanya. Sampai sekarang gak ada yang berani ngomong kalau ada keluarga yang dibunuh di sini, mungkin sampai sekarang juga,” katanya.

Pembangunan monumen Lubang Buaya Cemetuk merupakan hasil swadaya dari masyarakat. “Dulunya itu kan ada bantuan dari pemerintah 15 juta tahun 1994 tapi gak jadi turun, akhirnya cari dana swadaya masyarakat,” lanjutnya.

Bila ingin berkunjung ke monumen Lubang Buaya Cemetuk, Anda bisa mengamati secara langsung bagaimana peristiwa kelam 1965 dalam ilustrasi relief. Terlepas siapa yang menjadi pelaku dan korban tentunya dari monumen Lubang Buaya Cemetuk bisa jadi refleksi. Jangan sampai peristiwa kelam tersebut kembali terulang.

(FF/MUA)
  1. Wisata Sejarah
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA