Usaha pengoplosan beras itu tidak memiliki satupun dokumen izin, baik itu izin industri,TDP maupun SIUP.
Merdeka.com, Banyuwangi - Seorang pria berinisial BDS (31) asal Desa Gintangan, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur ditangkap petugas Polsek Rogojampi karena diduga melakukan pengoplosan beras. Merek yang digunakan adalah Raja Pisang, Pisang Mas, Bunga, Putri Dewa, Bengawan, dan Mata Pancing masing-masing dengan pilihan kemasan 5 kg, 10 kg, dan 25 kg.
Beras yang mereka hasilkan dari jenis medium dengan broken atau beras yang patah-patah yang dicampur dalam komposisi tertentu di sebuah gudang di Desa Gintangan. Tidak memiliki penggilingan sendiri, aktivitas utama di dalam gudang hanya pengoplosan dan pengepakan.
"Setelah penangkapan kita lakukan sidik. Tapi ini orangnya masih kaget. Dari pemeriksaan kami, beras masih layak dikonsumsi. Jadi meski sudah dioplos medium dengan broken, sementara tidak kami temukan keluhan masyarakat," kata Kapolsek Rogojampi Kompol Suharyono di kantornya, Jumat (14/9).
Dia mengatakan usaha pengoplosan beras itu tidak memiliki satupun dokumen izin, baik itu izin industri, Tanda Daftar Perusahaan (TDP), maupun Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Sehingga, meski tidak ada keluhan masyarakat, pihaknya tetap melakukan proses sebagaimana kesalahan yang dilakukan oleh pengusaha.
Kepada Merdeka Banyuwangi, BDS mengaku mencampur beras beda kualitas sesuai pesanan pembeli. Sehingga toko-toko yang memesan padanya sudah tahu kondisi beras yang dihasilkan karena justru mereka sendiri yang menentukan komposisi campurannya.
BDS yang kini berstatus tersangka itu mengatakan belum memiliki izin karena masih baru mengoperasikan gudang pengoplosan beras itu, yakni sejak 5 bulan lalu. Dia menjelaskan beras yang dioplosnya bersama 4 karyawan yang kini menjadi saksi itu telah beredar di sejumlah toko di Kecamatan Rogojampi.
"Saya masih di Sobo, Polisi datang mendadak, mungkin karena laporan masyarakat yang sirik dengan usaha kami," kata dia.
MHK (20) salah satu pegawai mengaku sudah 3 bulan bekerja pada BDS dan tidak tahu bahwa itu melanggar aturan. Dia melakukan pencampuran dan pengepakan secara manual dan mendapatkan upah Rp 70 ribu per hari.
"Setahu saya ambil berasnya dari pabrik, misalnya pabrik di Patoman. Lalu dicampur dan dipak 5 kilogram, 10 kilogram, dan 25 kilogram," katanya.
Kepolisian menjerat tersangka dengan pasal 62 (1) UU 8/1999 tentang perlindungan konsumen atau pasal 141 UU 18/2012 tentang pangan atau pasal 110, 106 UU 7/2014 tentang perdagangan atau pasal 383 KUHP. Ancamannya hukuman penjara selama maksimal 8 tahun.