1. BANYUWANGI
  2. LAPAK

Ini cara Imam si penjual mi ayam keliling merawat budaya Banyuwangi

Imam memang punya ciri khas bagi para pelanggannya. Dia misalnya, saat berjualan sambil naik Tossa selalu memutar lagu-lagu daerah Using.

Imam Penjual Mi Ayam . ©2016 Merdeka.com Reporter : Suci Rachmaningtyas | Senin, 14 Maret 2016 17:03

Merdeka.com, Banyuwangi - Bila Anda pecinta mi ayam, pasti punya tempat berlangganan khusus, bisa kedai mi ayam permanen atau mi ayam gerobak dorong. Nah, kali ini ada cerita penjual mi ayam yang tidak biasa. Namanya Imam Safari, penjual mi ayam yang biasa keliling menjajakan dagangan menggunakan sepeda motor roda tiga merek Tossa di Banyuwangi, Jawa Timur.

Pria paruh baya ini biasa menjajakan dagangannya keliling dari kampung ke kampung di kabupaten paling ujung timur Pulau Jawa itu. Keunikan mi ayam milik Imam ini tidak semata-mata pada rasanya, melainkan pada caranya mengemas dan memasarkan dagangan juga.

Imam memang punya ciri khas bagi para pelanggannya. Dia misalnya, saat berjualan sambil naik Tossa selalu memutar lagu-lagu daerah Using. Lagu diputar keras-keras untuk menarik perhatian orang-orang, sekaligus sebagai isyarat bahwa dia telah datang. 

Kenapa musik Using? Imam menjawab sederhana. "Karena bangga dengan kebudayaan suku Using yang harus tetap dilestarikan," terang Imam kepada Merdeka Banyuwangi, Senin (14/03).

 

Imam melabeli dagangannya dengan 'Mi Ayam Mantap Rasa'. Kelebihan mi ini dibuat sendiri oleh Imam, lalu diracik dengan resep sendiri pula tanpa bahan pengawet maupun pewarna. Maka dari itu rasanya gurih di lidah. Untuk harga seporsi mi ayam juga sangat terjangkau, hanya Rp 3.500 seporsi.

Kurang lebih sudah 15 tahun (2001-2016) Imam menjual mi ayam. Biasanya, dalam sekali jualan Imam sanggup menjual 12,5 kilogram mi sehari. Itu pun tidak berjualan full selama 24 jam. Dia biasa menjajakan dagangan mulai sore sampai malam hari saja. 

Sementara untuk pelanggan juga beragam, mulai dari anak-anak muda sampai orang tua. Jangkauan wilayah jualan juga cukup luas di wilayah barat Banyuwangi, seperti wilayah Desa Kelir, Licin, Kemiren dan Kalibendo. "Kalau malam Minggu biasanya mangkal di Desa Kemiren," ujarnya sembari tersenyum bangga.

Imam mengimbuhkan, saban pelanggan rata-rata minimal membeli lima bungkus. "Kadung isun enteni nong omah kari jarang teko, nong Pakis, Karanganyar (Sudah saya tunggu-tunggu di rumah kok tidak pernah datang, di Pakis Karanganyar sana)," celetuk seorang ibu, pelanggan Imam.

Dari hal sesederhana demikian lah proses komunikasi antara penjual dan pembeli terlihat sangat akrab. Ditambah pula dengan misi seorang penjual mi ayam yang ingin terus melestarikan budayanya, lagu Using.

 

(MT/SR)
  1. profil
  2. kuliner
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA