Rasyid juga akan membekali serangkaian doa untuk para pendaki. Terutama tentang mitos-mitos yang diyakini warga.
Merdeka.com, Banyuwangi - Gunung Raung, terkenal dengan jalur pendakian berbatu, angker dan tidak ada sumber air sepanjang jalur pendakian. Sebelum melakukan pendakian ke Gunung Raung, Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) seringkali mampir di kediaman Abdul Rasyid (51), warga Sumbermulyo Glenmore.
Rumah Abdul Rasyid sudah berada di ketinggian 950 Mdpl. Rumah tersebut biasa menjadi bascamp setiap Mapala yang mendaki Gunung Raung dari jalur selatan, Glenmore. Rasyid selalu memberi berbagai masukan dan rambu-rambu sebelum mendaki.
"Biasanya menginap dulu 2 sampai 3 hari. Kalau sudah fit, persiapan lengkap, baru berangkat," tutur Rasyid kepada Merdeka Banyuwangi di kediamannya, Selasa (5/4).
Selama di rumah Rasyid, para pendaki akan diberi masukan tentang jalur pendakian dan perlengkapan yang harus disiapkan. Apalagi menurut dia, manajemen air tiap tim pendaki harus ketat. Masing-masing orang harus membawa 30 liter air. "Soalnya kalau sudah mendaki, tidak akan menemui sumber air," ujarnya.
Selain air, Rasyid selalu memberi masukan tentang makanan yang harus dibawa. Agar para pendaki tidak sampai kelaparan. Dia menjelaskan, standar logistiknya antara lain; bekatul, wijen, gula merah, kacang hijau, ketan dan susu. "Itu ditumbuk, lalu disangrai baru dikasih susu dan gula merah," ujarnya.
Rasyid juga akan membekali serangkaian doa untuk para pendaki. Terutama tentang mitos-mitos yang diyakini warga Sumbermulyo agar tidak dilanggar.
Perjalanan mendaki Gunung Raung lewat jalur Glenmore, Rasyid melanjutkan, membutuhkan waktu 10 hari untuk sampai di Puncak Sejati, dengan ketinggian 3342 Mdpl. Jalur yang curam dan banyak melewati tebing, kata dia, membutuhkan kekompakan tim. Untuk itu, perlengkapan wajib yang harus dibawa antara lain tambang, harness dan carabiner.
"Sudah banyak yang gagal, tidak bisa tembus Puncak Sejati. Jadi saat melewati tepi-tepi tebing, masing-masing badan mereka terhubung dengan tali. Dan memastikan batu yang menjadi tumpuan tali tidak rapuh," terang mantan juraga kayu Glenmore tersebut.
Rasyid mengenal Gunung Raung sejak dia menjadi juragan kayu Glenmore. Selain dia juga warga sekitar, yang sudah seringkali menyusuri Hutan Raung. Rasyid pertama kali menjadi pemandu pendakian Mapala Satubumi UGM pada 2008.
"Pertama yang bisa tembus lewat jalur Glenmore dari Mapala Universitas Indonesia (UI) tahun 2003. Kemudian dari Mapala Satubumi Universitas Gadjah Mada (UGM), yang tembus sampai Puncak Sejati nomor dua. Mereka babat alas lagi, membuat jalur," kata Rasyid.
Sampai saat ini, Rasyid masih menyimpan dokumentasi Mapala Satubumi yang dia pandu. Tim Mapala Satubumi, juga sesekali masih silaturahmi di rumah Rasyid.
Jadi sukarelawan penyelamat
Sampai saat ini, Rasyid memang tidak pernah sampai di Puncak Sejati. Tapi dia memahami, kebutuhan apa saja yang diperlukan untuk para pendaki. Rasyid, biasanya hanya mengantar para pendaki sampai di camp pertama di ketianggian sekitar 1370 Mdpl.
Sepanjang hari pendakian, Rasyid selalu standby, bila tiba-tiba ada panggilan telephone darurat dari para pendaki yang butuh bantuan.
"Kalau permasalahan kaki pendaki kesleo, demam, saya sudah sering jemput. Saya jemput biasanya bersama warga sekitar sini," tuturnya. Dari situ, kata Rasyid, para pendaki akan selalu butuh bantuan warga terdekat lereng Raung.
Pada 2002, Rasyid bersama warga sekitar Sumbermulyo Glenmore, pernah menolong pendaki Palapsi UGM. Salah satu anggota Palaspsi, kata Rasyid, kakinya terkena sabetan parang, saat membuka jalur di camp tiga. "Namanya Aceng dia digledek (menggunakan gerobak, seperti tandu) dari atas camp tiga," tukasnya.
Seingat Rasyid, sudah banyak Mapala yang coba mendaki dari jalur Glenmore. Namun banyak yang tumbang, diakibatkan banyak hal, seperti kurang kompak dan gagal manajemen air serta logistik. "UI berapa kali enggak tembus, Yang pernah ke sini seingat saya Mapala UGM, Pataga Unair, Ganesha ITB, Palapsi Air Langga, Mapala Satubumi, UGM," kata Rasyid mengenang.
Rasyid mengakui, manajemen air harus diperketat bila ingin mendaki Gunung Raung. Setiap pendaki yang mampir ke rumahnya, Rasyid akan membekali daun Pecelon dari lereng Raung. Menurut dia, daun Pecelon bisa mengobati bibir pecah-pecah dan rasa haus, akibat cuaca ekstrem di dataran tinggi.
"Penangkal haus, makan daun Pecelon. Sebelumnya teman-teman PA belum tahu, penangkal bibir pecah pecah. Agar tidak kelaparan, pokoknya daun yang dimakan kera enggak mabuk, berarti bisa dikonsumsi manusia," tuturnya.
Jalur selatan pendakian Gunung Raung, kata Rasyid, bisa juga dilalui lewat Kalibaru dan Glenmore. Sedangkan dari utara, bisa lewat Bondowoso, namun tidak bisa sampai ke Puncak Sejati. "Dari Bondowoso, bisa cuma sehari. Tapi enggak bisa nembus Puncak Sejati. Soalnya putus gunungnya. Harus menyeberang jurang," ujarnya.
Gunung Raung, merupakan gununung tertinggi ke dua di Jawa Timur, setelah Semeru. Gunung tersebut berada di antara wilayah Banyuwangi, Situbondo, Jember dan Bondowoso. Dari gugusan pegunungan Ijen, Gunung Raung terlihat paling tinggi.