"Saya belajar sendiri gak ada yang ngajarin. Mulai belajar, sekitar tahun 1969," ujarnya.
Merdeka.com, Banyuwangi - Supriyono, pria asal Temanggungan ini dijuluki legenda seruling paralon. Pria yang akrap dipanggil Yon ini membuat seruling dari bahan pipa paralon. Tidak ada yang menyangka di tengah kesibukannya bekerja sebagai tukang bangunan, tukang kayu dan menjala ikan, ternyata dia sangat terkenal mahir bermain seruling di Tumenggungan.
Dia baru mulai dikenal pintar bermain seruling sejak mengikuti Festival Kampung Temanggungan pada Januari kemarin. Padahal Sipriyono sudah bisa memainkan seruling sejak 1972. Menariknya, tidak ada yang mengajarinya bermain seruling.
"Saya belajar sendiri gak ada yang ngajarin. Mulai belajar, sekitar tahun 1969. Awalnya memainkan musik dari lagu dangdut dan kasidah, yang populer pada saat itu," ujarnya kepada Merdeka Banyuwangi, saat ditemui di Temanggungan Rabu, (16/3).
Setiap hari, pria yang pernah menjadi pemain reog di Ponorogo ini menikmati waktu senggangnya di rumah dengan bermain seruling. "Biasanya setelah pulang kerja sore hari, saya main seruling. Istri saya sampai marah-marah. Apa enggak bosan katanya," ujar Supriyono sambil tertawa.
Supriyono mengaku bisa mengiringi musik dari semua lagu using dengan seruling. Dia hanya cukup mengamati nada dasarnya, dan langsung bisa menyesuaikan. "Semua lagu using saya bisa mengiringi," tuturnya.
Biasanya, Supriyono juga ikut serta dalam pagelaran musik patrol di Banyuwangi. Melihat gaya bermainnya, sudah ada dua pemain seruling dari Padang dan Denpasar Bali yang memberinya hadiah seruling dari Bambu. "Ini Seruling Labubu, dikasih orang padang. Dan ini dikasih Yoyok Harnass dari Denpasar Bali, Pimpinan Kampung Nusantara," ujarnya.
Seruling buatan Supriyono yang terbuat dari paralon, menghasilkan seruling dengan bentuk beragam. Mulai dari yang pendek, panjang dan diameter besar. Bahkan, dia juga bisa menciptakan bunyi terompet lewat seruling buatannya, dengan komodifikasi tambahan karet balon mainan anak-anak.
"Saya tidak tahu nadanya. Pokoknya buat dan yang penting pas dengan jiwa saya. Bermainnya harus dengan hati," tuturnya. Dia menjelaskan, untuk seruling dengan diameter besar, digunakan untuk mengiringi pembacaan puisi. Sedangkan yang kecil dan pendek, untuk musik-musik cengkok dari lagu using.
Alasan Supriyono menggunakan bahan paralon karena tidak gampang pecah, murah, dan proses pembuatannya mudah. Tidak seperti bambu yang mudah pecah.
Menurut dia, musik adalah kehidupan. Di usianya yang sudah 62 tahun Supriyono tetap merasa sehat, karena setiap hari dia selalu menikmati aktivitasnya. "Prinsipnya orang, santay, rileks, jangan mikir duniawi. Pusing, main seruling hilang. Lagi sumpek, main seruling hilang," ujarnya.
Tanggal 27 Maret besok, Supriyono diundang mengisi acara Malang Jazz Festival. Hal ini tidak lepas karena dia baru dikenal publik baru-baru ini.