1. BANYUWANGI
  2. SENI DAN BUDAYA

Swaka Pasung Laska, perguruan seni pencak silat asli Banyuwangi

"Tahun 1972 sampai 1973, seni pencak silat Temenggungan menguasai Jawa Timur," tutur Djanoto kepada Merdeka Banyuwangi.

Pak Supolo (berpeci) sedang melatih Djanoto. ©2016 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Rabu, 23 Maret 2016 11:18

Merdeka.com, Banyuwangi - Temenggungan, selain kental disebut sebagai wisata seni musik, tari dan batik, ternyata juga memiliki aliran pencak silat bernama Swaka Pasung Laska (SPL). Nama tersebut, baru ditetapkan oleh Djanoto Dulhaji, bersama Sidik Mulyo pada 1970.

Keduanya merupakan murid dari Supolo, guru besar yang mengembangkan ilmu pencak silat di Temenggungan yang memiliki rasa ingin tahu tinggi untuk mempelajari ilmu bela diri. Supolo lahir pada 1890 dan meninggal pada 1978.

"Karena ingin tahu, saat menginjak dewasa, Pak Supolo berusaha melihat orang kuno latihan silat, yang dipimpin Pak Pusponggo. Muridnya hanya satu sampai dua. Karena bukan muridnya Pak Supolo hanya melihat proses latihan itu, lantas di rumah dipraktikkan," tutur Djanoto Dulhaji, saat ditemui Merdeka Banyuwangi di rumahnya, Temenggungan Selasa, (22/3).

 

Menurut Djanoto, sebelum guru besarnya Supolo menemukan metode baru pencak silat, jurus yang digunakan era itu hanya pukul-kelit, (pukul-menghindar). Sampai akhirnya Supolo berhasil merumuskan bebrapa jurus dan metode bela diri baru. Dia merupakan guru besar atau yang menemukan metode silat asli Temenggungan tersebut.

"Jurus Supolo, setelah ABC jurus dasar, meningkat ke kelitan (menghindar), meningkat lagi ke tangkepan (menangkap), meningkat lagi ke lepasan, orang dipegang bagaimana bisa melepaskan," ujarnya.

Djanoto, sebagai salah satu murid Supolo yang tersisa di Temenggungan, bercerita bahwa silat bukan untuk menyerang orang. Tetapi untuk pertahanan. "Itu Filosofi dari Pak Supolo, jadi banyak yang jurus jurusnya strategi bertahan. Ini belum terbentuk organisasinya. Masih liar," ujarnya.

Baru pada 1970, dia bersama Sidik Mulyo, seorang dokter hewan, mendirikan Swaka Pasung Laska. Swaka memiliki arti tempat, sedangkan Pasung dimaknai membelenggu, dari segala hal termasuk hawa nafsu. Untuk yang terakhir, Laska, bermakna dengan kekuatan satu juta. "Karena tidak terukur kekuatannya, anggap satu juta," jelasnya.

Pendekar SPL tertua dari temenggungan

 

Djanoto Dulhaji, pria kelahiran 1942 ini menjadi orang yang dipasrahi oleh gurunya Supolo untuk melanjutkan dan melestarikan ilmu pencak silatnya. Pencak silat asli Temenggungan ini akhirnya memiliki nama sejak Djanoto bersama Sidik Mulyo memberi nama Swaka Pasung Laska pada 1970.

"Tahun 1972 sampai 1973, seni pencak silat Temenggungan menguasai Jawa Timur," tutur Djanoto kepada Merdeka Banyuwangi, Selasa (22), saat ditemui di rumahnya, Temenggungan.

"Setelah Pak Polo meninggal, saya yang dipasrahi untuk meneruskan. Saya melatih tidak pilih-pilih, kaya miskin semua. Dan tidak dibayar," jelas Djanoto.

Sebelum terbentuk organisasi SPL, Pak Supolo mengajar dari kampung ke kampung di Banyuwangi. Selain itu, guru besar SPL tersebut juga pernah mengajar ke luar daerah. "Pak Polo pernah mengajar di Bali Klungkung, Karangasem," imbuhnya.

Baru setelah SPL terbentuk, pada tahun sama, yakni 1970, organisasi pencak silat asli Temenggungan tersebut bergabung dengan Ikatan Pemuda Pencak Silat Indonesia (IPSI). Teman seperguruannya menjadi ketua IPSI tersebut. "Sidik Mulyo ketua pertama. IPSI terbentuk pertama kali," ujar Djanoto.

Djanoto, sejak dipasrahi menjadi penerus Supolo, memutuskan lebih menekankan seni pencak silat. "Tahun 1970-an, saya mementingkan seni tradisional pencak silat SPL. Akhirnya sering juara terus kalau soal seni," tuturnya.

Sejak tahun 1970-an, Djanoto menjadi Dewan Pendekar dalam organisasi SPL. Struktur tersebut masih berlaku sampai sekarang. Dia mengaku memiliki ratusan murid dari berbagai daerah, terutama asal Temenggungan sendiri.

"Awalnya muridnya SPL ada ratusan. Saya sudah banyak mengantarkan murid-murid tampil di mana-mana. Jawa Timur, Surabaya, Situbondo, Banyuwangi, Denpasar, Bali, Jakarta," ujarnya.

 

Karena tidak membeda-bedakan siapa saja yang ingin belajar pencak silat SPL, Djanoto bahkan sering membelikan baju silat pada muridnya. "Saya sering membelikan baju silat pada murid-murid yang tidak mampu," terang Djanoto.

Sekretariat SPL saat ini berada di Jalan Sidopokso Nomor 11, Temenggungan. Saat ini, Djanoto kesulitan mencari tempat latihan yang luas, karena Temenggungan merupakan perkampungan padat penduduk. "Kalau dulu di sini, di sebelah rumah sini. Itu semua masih kosong, belum ada rumahnya," ujarnya, memberi tahu lokasi latihan di samping rumahnya.

Djanoto menjelaskan, dirinya dan SPL akan selalu merangkul semua perguruan silat. "Perguruan silat di luar SPL. Jadi saya anggap saudara semua," tuturnya.

 

(MT/MUA)
  1. Khas Banyuwangi
  2. Seni dan Budaya
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA