Kampoeng Joglo Ijen memiliki lima penginapan khas Joglo Madura dengan penamaan yang unik karena setiap Joglo diberi nama-nama jari.
Merdeka.com, Banyuwangi - Bagi wisatawan mancanegara, menginap di hotel atau villa berarsitektur tradisional di Indonesia menjadi daya tarik tersendiri. Tak jarang model penginapan dengan arsitektur khas tanah air menjadi tempat singgah yang wajib bagi wishlist liburan mereka.
Seperti suasana khas pedesaan di villa Kampoeng Joglo Ijen, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi. Di sana terdapat bangunan unik rumah joglo khas Madura sebagai alternatif penginapan jika Anda berkunjung ke Banyuwangi.
"Saya pecinta Joglo. Jadi saat saya membangun (Kampoeng Joglo Ubud) di Bali, ternyata dalam hitungan bulan saya sudah punya nama di Bali," ujar pemilik Kampoeng Joglo, Cipto.
Cipto mengaku mencintai bangunan Joglo sejak kecil. Dari kecintaan tersebut, ia pun menjadi kolektor rumah Joglo. Terutama Joglo Madura, rumah adat khas tanah kelahirannya.
"Saya punya Joglo banyak, jadi dibawa ke Banyuwangi dan Bali. Kenapa di Banyuwangi, karena Bali nggak punya gunung seperti di sini," ungkapnya kepada Merdeka Banyuwangi beberapa waktu lalu.
Rumah joglo mempunyai kerangka bangunan utama yang terdiri dari soko guru berupa empat tiang utama penyangga struktur bangunan. Serta tumpang sari yang berupa susunan balok yang disangga oleh soko guru.
Menurut Cipto, Joglo Madura berbeda dari Joglo Jawa Tengah karena panjang soko yang tidak lebih dari 14 centimeter. Sedangkan Joglo Jawa Tengah bisa mencapai 16 hingga 20 centimeter.
Kampoeng Joglo Ijen memiliki lima penginapan khas Joglo Madura dengan penamaan yang unik. Karena berjumlah 5 rumah Joglo, setiap Joglo diberi nama sesuai nama-nama jari. Seperti Joglo Jempol, Joglo Telunjuk, Joglo Tengah, Joglo Manis, dan Joglo Kelingking. Di sana pengunjung dapat menikmati fasititas kolam renang untuk umum dengan tarif per orang sebesar Rp 25 ribu.
Selain turut meramaikan jagad pariwisata di Bumi Blambangan, Kampoeng Joglo Ijen sekaligus melakukan pemberdayaan potensi desa. Menurut Cipto, setiap hari Minggu, masyarakat di desa Banjar dilibatkan dalam produksi Nasi Lemang dan jajanan khas daerah Licin. Seperti jajan Kucur, Jenang Procot, Awug-awug, Lempok Sawi, dan Kopi Uthek.