1. BANYUWANGI
  2. INFO BANYUWANGI

Pascabanjir, saluran air dinormalisasi agar tak ganggu sawah

Seluruh penanganan pasca-banjir dilakukan semaksimal mungkin dengan melibatkan banyak pihak.

©2018 Merdeka.com Reporter : Mohammad Ulil Albab | Minggu, 24 Juni 2018 16:24

Merdeka.com, Banyuwangi - Pemkab Banyuwangi mengebut normalisasi air jaringan air dan irigasi pasca-banjir yang melanda Jumat (22/6/2018) lalu. Kepala Dinas Pengairan Banyuwangi Guntur Priambodo mengatakan, yang menjadi prioritas adalah Dam Garit yang dekat dengan lokasi terdampak.

"Dam Garit ini paling dekat dengan warga terdampak, serta mengaliri sawah 575 hektar. Kita kejar normalisasinya agar sawah segera terairi kembali. Sudah dua hari ini kita lakukan," jelas Guntur, Minggu (24/6).

"Bertahap kita normalisasi semua saluran air dan sejumlah dam yang terkena dampak banjir. Kita mulai dulu dari yang bawah," kata Guntur.

Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Fajar Suasana memastikan, seluruh penanganan pasca-banjir dilakukan semaksimal mungkin dengan melibatkan banyak pihak. ”Pemkab Banyuwangi berterima kasih kepada seluruh relawan,” kata Fajar.

Dia kembali menjelaskan bahwa banjir yang terjadi diakibatkan curah hujan tinggi yang memicu gerakan tanah (sleding) di lereng Gunung Raung sisi Banyuwangi, tepatnya kawasan Gunung Pendil. Gunung itu muncul dari muntahan lahar Gunung Raung ratusan tahun silam, sehingga struktur tanah Gunung Pendil tidak terlalu solid. Gerakan tanah tersebut mengakibatkan endapan material vulkanik Gunung Pendil terangkat dan longsor terseret air.

Fajar juga mengutip penjelasan Kepala Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho. Dalam akun resmi Twitter-nya, Sutopo menjelaskan bahwa banjir yang melanda Kecamatan Singojuruh dan Songgon di Banyuwangi adalah murni bencana alam. Tidak ada kaitan dengan kerusakan hutan dan ilegal logging.

”Hutan masih sangat baik," tulis Sutopo.

Fajar menambahkan, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) juga meneliti, areal longsor di hulu sungai Raung mencapai ketinggian 390 meter dan lebar sekitar 40 meter. Dan itu diakibatkan hujan tinggi, sehingga material yang mengendap ikut terbawa air.

"Jadi ini memang didorong intensitas hujan tinggi yang mengikis permukaan tanah, karena hutan di Songgon masih sangat baik, termasuk dibuktikan lewat foto satelit BNPB,” ujarnya.

Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), imbuh Fajar, juga menerbitkan keterangan resmi yang menyebutkan bahwa banjir didorong curah hujan tinggi yang mengakibatkan peningkatan limpasan permukaan.

"Banjir juga terjadi akibat adanya longsor di kawasan hulu yang menyumbat aliran sungai yang membentuk bendungan alami. Ketika curah hujan tinggi, bendungan tidak dapat menahan air dan mengakibatkan banjir,” jelas Fajar mengutip keterangan Kementerian LHK.

Dampak banjir untuk pertanian

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik, BPBD Banyuwangi, Eka Muharam mengatakan, area pertanian yang terdampak banjir bandang seluas 1.724 hektare. Luasan tersebut berada di sepanjang hulu hingga hilir Sungai Badeng yang meliputi empat kecamatan, Songgon, Singojuruh, Rogojampi dan Blimbingsari.

"Jadi untuk seluruhnya, luasan areal pertanian yang terdampak, itu 1.721 hektare. Dengan kondisi air seperti itu, terganggu," jelasnya.

Banjir bandang berasal dari longsoran bekas letusan material vulkanik di lereng Gunung Raung dengan jumlah sekitar 2 juta meter kubik. "Itu hasil catatan kami bekerjasama dengan PVMBG Bandung. Jadi ini peristiwa bencana alam, bukan karena illegal logging," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Banyuwangi, Arief Setiawan mengatakan, saat ini masih musim tanam padi dan palawija. Luapan banjir bandang memang merusak tanaman petani, tapi bisa berdampak positif untuk kesuburan tanah.

"Dampak dari banjir bandang masih kami data, untuk menuju ke lokasi masih sulit. Dampak awal memang negatif, tapi ke depan akan menggantikan unsur hara tanah yang semakin berkurang. Kesubuan tanah akan meningkat," jelasnya.

Abu gunung berapi, katanya, bisa mengembalikan kesuburan tanah setelah berkurang akibat penggunaan pupuk anorganik.
"Lahan yang terkena luapan belum bisa langsung ditanami, harus diolah dulu. Jangka pendeknya bisa ditanami tanaman semusim saja," katanya.

Anto, petani cabai di kawasan Songgon mengalami kerugian yang ditaksir Rp 15 juta. Tanaman cabai besarnya habis tersapu banjir bandang. "Kalau sawah di sekitar sungai ini banyak yang nanam selada air, jagung, padi, bawang putih. Saya rugi banyak, semoga ada berkah dibalik bencana ini," jelasnya.

(MH/MUA)
  1. Banjir
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA